Ayatollah Sistani: PM Irak Harus Bebas Campur Tangan Asing

Jum'at, 06/12/2019 20:15 WIB

Baghdad, Jurnas.com - Ulama terkemuka Irak, Grand Ayatollah Ali al-Sistani mengatakan, kekerasan dan kekacauan hanya akan menghalangi reformasi seperti yang dituntut para demonstran ekonomi dan antikorupsi yang sedang berlangsung di Irak.

Kepada para jamaah saat salat Jumat di kota suci Karbala, Ayatollah Sistani mengatakan, protes sangat efektif dalam mempercepat reformasi yang diinginkan dengan syarat tidak dibumbuhi tindakan kekerasan, kekacauan dan kehancuran.

"Melestarikan sifat damai dan menghindari kekerasan serta kerusuhan dalam protes sangat penting dan semua orang perlu bersatu dalam mencapai itu," kata Ayatollah Sistani.

Ayatollah Sistani menambahkan, para pengunjuk rasa tidak seharusnya membiarkan para perusuh menyusup ke dalam demonstrasi untuk menyerang pasukan keamanan serta merusak properti publik dan pribadi.

"Melindungi kehidupan para pengunjuk rasa adalah tanggung jawab pasukan keamanan," katanya.

Dalam pernyataannya, Ayatollah Sistani juga mengatakan bahwa perdana menteri baru harus dipilih tanpa campur tangan asing dan politik partisan setelah Adel Abdul-Mahdi yang berkuasa mengajukan pengunduran dirinya seminggu yang lalu.

"Kami berharap kepala pemerintahan baru dan anggota-anggotanya akan dipilih dalam batas waktu konstitusional 15 hari sejak pengunduran diri itu disetujui di parlemen pada hari Minggu," kata Ayatollah Sistani.

Abdul-Mahdi mengumumkan pengunduran dirinya minggu lalu setelah ulama terkemuka menyerukan anggota parlemen negara itu untuk mempertimbangkan kembali pilihan mereka di tengah demonstrasi yang sedang berlangsung dan ketidakmampuan pemerintah mengatasinya secara efektif.

Pada Kamis (5/12), sebuah unjuk rasa massal diadakan di ibu kota negara itu Baghdad untuk menunjukkan dukungan bagi seruan ulama sebelumnya untuk protes damai.

Para pengunjuk rasa juga meneriakkan slogan-slogan dan membawa plakat yang mengutuk campur tangan Amerika Serikat (AS), Israel dan Saudi di negara itu. Protes serupa juga digelar di Baghdad dan kota-kota lain pada Jumat (6/12).

Perkembangan itu terjadi karena hampir dua bulan protes telah mengguncang terutama Baghdad dan daerah selatan Irak. Para pemrotes menyatakan frustrasi tentang masalah ekonomi dan menuntut reformasi.

Namun, demonstrasi telah berubah menjadi konfrontasi dengan kekerasan pada banyak kesempatan. Sejak 1 Oktober, lebih dari 300 orang telah tewas di negara itu, menurut komisi hak asasi manusia parlemen Irak.

TERKINI
Masih Seksi di Usia 61 Tahun, Demi Moore Dipuji Putrinya Rumer Wilis Perselisihan Hukum antara Jamie Spears dan Britney Spears Terus Berlanjut Presiden Joe Biden Beri Penghargaan Bergengsi untuk Michelle Yeoh Jewel Tampilkan Karya Seni dalam Balutan Gaun Perak Iris van Herpen