Rabu, 19/12/2018 08:01 WIB
Jakarta - Faktor tekanan (stres) adalah hal yang kerap terjadi, terutama di kota-kota besar. Menurut survey yang dilakukan oleh Zipjet pada 2017, Jakarta berada di peringkat 18 teratas kota paling stres dengan total skor 7,84.
Maka dari itu, tidak heran jika berbagai macam cara dilakukan masyarakat untuk menghadapi stres, salah satunya adalah mengonsumsi makanan atau minuman yang dianggap sebagai comfort food.
Namun tanpa disadari, kebiasaan tersebut dapat memicu emotional eating yang jika tidak dikendalikan dapat meningkatkan asupan Gula Garam Lemak (GGL) yang mampu memicu penyakit tidak menular.
Psikolog yang kerap menangani kasus emotional eating Tara de Thouars, BA, M.Psi, mengungkapkan faktor psikologis dan fisiologis mempengaruhi apa yang kita konsumsi dan menentukan hubungan yang dimiliki antara makanan dan emosi.
Jessica Alba Jadi Komando Pasukan Khusus di Trigger Warning
Tinggalkan Dunia Modeling, Bella Hadid Ungkap tak Perlu Pasang Wajah Palsu
Pangeran William Beri Kabar Terbaru tentang Kesehatan Kate Middleton
Kita membutuhkan makanan untuk bertahan hidup, tetapi ada makanan tertentu yang kita konsumsi dalam kondisi spesifik. Dalam kondisi ini, seseorang biasanya menginginkan makanan berkalori tinggi dengan nilai gizi yang minim.
"Jenis makanan yang biasanya dikonsumsi biasa disebut comfort food, seperti es krim, kue, coklat, kentang goreng atau pizza," ucapnya.
Head of Corporate Communications PT Unilever Indonesia, Tbk Maria Dewantini Dwianto menjelaskan, pihaknya memahami adanya fenomena emotional eating.
Sebagai bagian dari komitmen kami untuk membantu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, pihaknya mengambil tema Emotional Eating, Waspadai Asupan Gula, Garam, Lemak (GGL) dalam Jakarta Food Editor’s Club (JFEC) Selasa (18/12).
Keyword : Comfort Food Emotional Eating