Senator AS Sebut Putra Mahkota Arab Saudi Sudah "Gila"

Rabu, 05/12/2018 10:52 WIB

Washington - Senator Lindsey Graham mengatakan, penguasa de facto kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman dan Arab Saudi adalah dua entitas yang terpisah, dan putra mahkota itu tak pantas dijadikan mitra Amerika Serikat (AS).

Demikian disampaikan seteleh Direktur Central Intrelligence Agency (CIA), Gina Haspel akan memberikan pengarahan tertutup kepada para pemimpin beberapa komite Senat AS terkait pembunuhan Jamal Khashoggi, pada Rabu (5/12).

"Saya merasa sangat sulit untuk dapat melakukan bisnis karena saya pikir dia gila. Saya pikir dia berbahaya, dan dia telah membuat hubungan itu berisiko," katanya.

"Saya tidak dapat mendukung penjualan senjata ke Arab Saudi selama dia akan bertanggung jawab atas negara ini. Perang di Yaman telah lepas kendali," tambahnya.

Senator Bob Corker, salah satu dari delapan senator di pengarahan itu, juga mengatakan kepada wartawan bahwa ia yakin  Putra Mahota Arab Saudi bertanggung jawab atas pembunuhan itu.

"Jika dia berada di depan juri, dia akan dihukum dalam 30 menit, bersalah," kata Corker.

"Saya tidak memiliki pertanyaan dalam pikiran saya bahwa putra mahkota, MBS, memerintahkan pembunuhan, memantau pembunuhan," tambahnya, mengacu pada bin Salman dengan inisialnya.

Seperti diketahui, Direktur CIA, Haspel akhirnya memberikan penjelaskan  tentang pembunuhan Khashoggi, setelah protes anggota parlemen atas ketidakhadirannya pekan lalu selama briefing Senat tentang Yaman yang dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo dan Penasihat Keamanan Nasional John Bolton.

CIA belum membuat komentar publik tentang pembunuhan itu, tetapi laporan mengatakan bahwa agensi menyimpulkan putra mahkota memerintahkan pembunuhan itu.

TERKINI
Berbeda dengan Berkeley, UCLA Tangani Protes Mahasiswa Pro-Palestina dengan Panggil Polisi Parlemen Vietnam Dukung Pengunduran Diri Ketua di Tengah Upaya anti-Suap Protes Kampus Jadi Tantangan Kampanye Terpilihnya Kembali Biden dan Partai Demokrat Korea Selatan Tingkatkan Kewaspadaan Diplomatik dengan Alasan Ancaman Korea Utara