Rabu, 06/06/2018 21:38 WIB
Jakarta - Terpilihnya Amran HI Mustary sebagai kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara diduga amis kolusi. Dugaan kolusi itu melibatkan sejumlah politikus PDIP, Bupati nonaktif Halmahera Timur Rudy Erawan, dan petinggi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Hal itu mengemuka dalam surat dakwaan jaksa KPK terhadap terdakwa Rudy Erawan. Rudy diketahui didakwa menerima suap Rp 6,3 miliar dari Amran. Suap itu terkait bantuan Rudy untuk menjadikan Amran HI Mustary sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Menteri PUPR Ajak Masyarakat Tingkatkan Pengelolaan Air
Menteri PUPR Pastikan Tol Bocimi Bisa Dilalui Besok
PKT 2024, Kemen PUPR Anggarkan Rp7,22 Triliun
Saat itu, Rudy menyerahkan curriculum vitae (CV) Amran. "Sebagai bahan pertimbangan pencalonan Amran menjadi kepala BPJN," tutur jaksa.
CV Amran itu kemudian diserahkan Bambang kepada Damayanti Wisnu Putranti selaku anggota Fraksi PDI Perjuangan yang duduk di Komisi V DPR. Kepada Damayanti, Bambang meminta dan mengusulkan pencalonan Amran kepada Kementerian PUPR.Menyikapi permintaan tersebut, Damayanti yang saat ini menjadi pesakitan kasus suap proyek di PUPR ini kemudian menyampaikan usulan itu kepada Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojon dan Direktur Jenderal Bina Marga, Hedyanto W Husaini.Atas bantuan pihak-pihak tersebut, termasuk Rudy, Amran akhirnya dilantik sebagai Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Sebagai kompensasi, Amran memberikan uang kepada Rudy.Uang suap untuk Rudy itu dikumpulkan Amran dari sejumlah kontraktor. Adapun kontraktor yang urunan memberikan uang yakni Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng; Henock Setiawan; Hong Arta John Alfred; dan Charles Frans alias Carlos.Keyword : Menteri PUPR Basuki Hadimuljono Halmahera Timur