Catatan Perjalanan Gebi Sembuh dari Kusta berkat Sebuah Janji

Kamis, 26/01/2023 06:01 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Setiap anak pasti memiliki cita-cita. Bedanya, ada yang terwujud, ada pula yang masih berproses. Dan bila ada yang menanyakan cita-citanya, Gebi sudah tahu apa jawabannya.

"Ingin membahagiakan kakek dan nenek," jawab pemilik nama lengkap Gebi Ataupah ini dengan mantap kepada Jurnas.com pada Rabu (25/1). Terdengar sedikit abstrak, namun kalimat ini rupanya menyimpan kisah getir hidup Gebi di baliknya.

Gebi lahir di Oekauna, pada 15 Mei 2001. Dia sempat mengalami disabilitas akibat kusta sejak usia 15 tahun. Kusta. Sebuah penyakit yang bahkan tak pernah sekalipun terlintas di benaknya. Asing, sudah pasti. Sebab tidak ada yang pernah riwayat kusta dalam keluarga besarnya.

Pada 2016 silam, Gebi merasakan ada yang janggal pada pipi kanannya. Sebuah bercak merah muda muncul. Lebih mirip seperti kurap. Bedanya, bercak merah ini tak kunjung hilang. Setelah memeriksakan diri ke puskesmas, Gebi didiagnosis alergi makanan. Dokter hanya meresepkan salep untuknya.

Di rumah, Gebi rutin mengoleskan salep dari puskesmas. Namun dia heran, alih-alih bercak itu hilang, justru makin melebar seukuran uang koin Rp500. Kondisi itu berlangsung hingga dua tahun setelahnya, sebelum akhirnya memudar dengan sendirinya.

Memasuki usia 18 tahun, Gebi melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA. Dia kembali diguncang gangguan kesehatan. Sempat Gebi terserang panas dingin selama satu minggu penuh. Bersamaan dengan itu, dia merasa persendiannya semakin hari semakin ngilu. Telapak kakinya pun tampak membengkak.

"Kondisi ini membuat saya bolos dan tidak pergi ke sekolah karena kesakitan, hingga suatu hari di telapak kaki timbul benjolan seperti kelereng. Sempat saya sepelekan, bahkan tidak saya hiraukan," tutur Gebi.

Tak butuh waktu lama, benjolan-benjolan kecil lain seukuran biji jagung muncul di telapak kaki Gebi. Kondisi kesehatannya kian memburuk. Berbagai ikhtiar pengobatan spiritual dan tradisional dia jalani dengan dorongan dari kakek dan nenek. Sayang, hasilnya nihil.

Tak mau putus asa, Gebi memutuskan untuk melakukan tes dasar di laboratorium rumah sakit, dengan berbekal surat rujukan dari puskesmas. Setelah tiga kali pemeriksaan, dia akhirnya dinyatakan positif kusta.

Gebi bukan perempuan yang mudah menyerah. Di tengah gangguan kesehatan, dia tetap bertekad datang ke sekolah. Padahal, beberapa bekas bercak dan benjolan mulai mengubah kulitnya menjadi kehitaman.

Melihat kondisi itu, terkadang teman-teman Gebi yang merasa keheranan bertanya, sakit apa yang sesungguhnya sedang dialami oleh Gebi. Tak jarang ada yang menduga dia terkena ilmu hitam alias santet.

"Teman-teman tanya `Ge, kamu sakit apa? Jangan-jangan kamu dijampi-jampi`. Saya jawab `Sonde (tidak). Saya sakit lepra`," kata Gebi menirukan percakapan tersebut. Dan pertanyaan berhenti di situ. Dia yakin, teman-temannya juga tidak paham lepra.

Sembari melanjutkan sekolah, pengobatan Gebi sempat terputus pada Februari 2020, dengan alasan kondisi lambungnya yang lemah. Efeknya, pada November 2020, dia terpaksa harus menyetop semua aktivitasnya, termasuk belajar ke sekolah, karena mengalami kelumpuhan.

"Segala aktivitas dan kegiatan saya harus terhenti, karena kaki dan tangan mati rasa. Semua anggota tubuh mengalami lumpuh hingga beberapa bulan ke depan," ujar dia.

Singkat cerita, pada 18 Maret 2021, Gebi dibawa ke Rumah Sakit Umum dan Kusta Yayasan Sosial Ibu Anfrida (YSIA) yang berlokasi di Desa Naob, Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur. Dia datang dengan tubuh bak tulang berbalut kulit, akibat gangguan lambung yang memaksanya sulit memasukkan makanan.

Dengan kondisinya yang lemah itu pula, Gebi membutuhkan bantuan ibunya untuk menyuapi makanan, memakaikan pakaian, membantu buang air besar, hingga menyisir rambut. Setiap pagi, ibunya juga harus menggendong dan membopongnya ke kamar mandi, atau ketika hendak duduk di kursi roda.

Selama berobat, motivasi yang tiada henti datang dari kakek dan neneknya. Bagi Gebi, kedua orang ini merupakan orang tuanya. Sebab, ketika Gebi masih berada dalam kandungan, ayah dan ibunya bercerai. Ibunya hanya merawat Gebi hingga usia tujuh bulan. Sisanya, dia hidup dengan kakek dan neneknya di saat sang ibu memilih merantau ke Jakarta.

Inilah alasan Gebi memendam janji ingin membahagiakan kakek dan neneknya. Seiring berjalannya waktu, mereka semakin menua. Tak jarang, bila Gebi membutuhkan uang untuk berobat, kakeknya menjual hasil kebun yang seadanya untuk dijual ke pasar. Lain waktu, kakeknya menerima jasa memelihara sapi, agar mendapatkan uang dari bagi hasil penjualan.

"Mereka ingin saya cepat sembuh. Memang tidak bisa menemani di sini (di rumah sakit), tapi kalau kangen bisa lewat video call. Nenek yang paling sering menangis kalau lihat saya yang masih dirawat di sini," kata Gebi. Air matanya tak terbendung ketika menceritakan kisah ini.

Perjuangan Gebi perlahan-lahan membuahkan hasil. Gebi mulai bisa kembali berjalan sendiri, dan mandiri dalam melakukan beberapa aktivitas sehari-hari, berkat dukungan yang dia peroleh dari project PADI NLR Indonesia, melalui pemberian makanan, gizi, vitamin, kursi roda, dan penyuluhan kesehatan.

Dukungan juga didapatkan Gebi dari program `My Body Is Mine` selama berobat di Rumah Sakit Yayasan Sosial Ibu Anfrida. Dengan menggunakan media buku, video, boneka peraga, dan celemek, dia belajar mengenai hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) setiap dua minggu sekali.

Ada banyak ilmu baru yang diperoleh Gebi selama mengikuti project ini, di antaranya tanda-tanda pubertas pada remaja perempuan dan laki-laki, area tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh, kesetaraan gender, hingga menjaga kebersihan.

"Beberapa materi tentang pubertas memang sudah saya tahu sebelumnya, berkat sharing dengan guru dan teman sekitar yang sudah lebih dulu masuk usia remaja. Tapi selama belajar dari project `My Body is Mine’ saya justru lebih tahu banyak tentang hal-hal yang mendetail," terang Gebi.

Tidak hanya belajar, dalam project ini Gebi bersama para suster juga membantu memberikan pemahaman HKSR kepada anak-anak pasien kusta lainnya, dengan harapan dapat membantu mereka mengenali fungsi-fungsi seksual dan reproduksi.

Karenanya, Gebi berharap project ini bisa terus berlanjut karena sangat bermanfaat bagi para remaja disabilitas, yang sering kali dipandang sebelah mata di tengah masyarakat. Project ini, menurut Gebi, bisa menjadi upaya bersama untuk memutus pelecehan dan kekerasan seksual yang menyasar para disabilitas.

Setelah akhirnya sembuh total, Gebi tetap bertekad melanjutkan pendidikan. Di tengah keterbatasan finansial, Gebi berharap kelak akan ada beasiswa untuknya agar bisa berkuliah dan lulus sebagai sarjana ekonomi. Keinginannya sederhana, menjadi seorang petani.

"Kalau sudah jadi sarjana, saya ingin jadi petani sukses. Di belakang rumah sudah ada lahan, tinggal bagaimana bisa dikelola untuk dapat uang," tutup Gebi.

Dilansir dari laman NLR Indonesia, kusta merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae. Kendati menular, kusta hanya akan menular jika terjadi kontak langsung dan berulang-ulang dalam waktu lama. Dan kusta tidak akan menular jika Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) sudah menjalani pengobatan.

"Kusta tidak dapat menular jika seseorang hanya bersentuhan sekali atau dua kali dengan pasien kusta," demikian bunyi keterangan tersebut.

Adapun pengobatan MDT (multi-drug-therapy) disediakan oleh pemerintah secara gratis dan tersedia di seluruh puskesmas, dengan durasi pengobatan enam hingga 12 bulan. OYPMK yang telah meminum dosis pertama MDT tidak lagi memiliki daya tular.

Diketahui, NLR Indonesia merupakan organisasi nirlaba di bidang penanggulangan kusta dan konsekuensinya, termasuk mendorong pemenuhan hak anak dan kaum muda penyandang disabilitas akibat kusta dan disabilitas lainnya. Saat ini NLR Indonesia telah melakukan kemitraan strategis dengan berbagai pihak di 12 provinsi.

TERKINI
Unggah Foto Dirinya Menangis, Instagram Justin Bieber Diserbu Penggemar Gara-gara Masalah Pita Suara, Jon Bon Jovi Anggap Shania Twain Adiknya Reaksi Taylor Swift saat The Tortured Poets Department Tembus 2,6 Juta Unit dalam Seminggu Disindir di Album TTPD Taylor Swift, Bagaimana Kabar Joe Alwyn Sekarang?