Rabu, 09/02/2022 14:21 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia (Peraboi) menyayangkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki regulasi yang komplit dalam penanganan kasus kanker.
Ketua Peraboi, dr. Walta Gautama, SpB(K)Onk, menyebut belum ada regulasi yang mengatur tentang apa yang harus dilakukan masyarakat, setelah terdiagnosis dugaan kanker, khususnya kanker payudara.
Walta menyontohkan, perempuan baru akan memeriksakan diri ke dokter atau tenaga kesehatan, 1-3 bulan setelah menemui benjolan pada payudaranya.
"Dan dari diketahui menderita diduga kanker sampai datang ke tempat yang seharusnya diobati, butuh waktu 9-13 bulan. Jadi saya tegaskan, masalah kita ada di regulasi," terang Walta dalam kegiatan `Talkshow Kanker Payudara dan Kanker Tiroid: Kiprah YKPI dan Pita Tosca`, di sela-sela Mukmatar Peraboi 2022 di Manado, Sulawesi Utara pada Rabu (9/2).
Butuh Political Will yang Kuat untuk Atasi Kendala dalam Pengobatan Kanker Payudara
Gerakan Deteksi Dini Kanker Payudara Setara Upaya Penyelamatan Negara
Upaya Promotif dan Preventif Penanggulangan Stunting Harus terus Ditingkatkan
"Regulasi belum kita selesaikan bersama. Padahal begitu pasien diduga kanker, seharusnya diobati secara benar di awal," sambung alumnus FK Universitas Indonesia ini.
Akibat lemahnya regulasi ini, 65-70 persen pasien kanker payudara baru mendapatkan penanganan ketika memasuki stadium 3-4. Sementara itu diketahui, kanker merupakan penyakit yang berpacu dengan waktu. Semakin terlambat diobati, angka harapan hidup kian menipis.
"Malu sama Laos. Laos itu stadium 3-4 cuma 30-40 persen," imbuh Walta.
Oleh karena itu, Walta mendorong pemerintah menuntaskan regulasi soal penanganan kanker. Di antaranya, dengan menunjuk rumah sakit rujukan kanker di setiap provinsi maupun kabupaten.
Keyword : Regulasi Kanker Walta Gautama Deteksi Dini