Gulingkan Junta Militer, Oposisi Myanmar Kumpulkan Rp 89,9 Miliar

Selasa, 23/11/2021 19:41 WIB

JAKARTA, Jurnas.com - Pemerintah bayangan di Myanmar mengatakan telah mengumpulkan US$6,3 juta atau sekitar Rp 89,9 miliar pada hari pembukaan penjualan obligasi perdananya.

Dikutip dari Reuters, ini merupakan langkah terbesar pemerintah bayangan untuk menghasilkan dana bagi revolusi untuk menggulingkan junta militer yang berkuasa.

Myanmar berada dalam kekacauan berdarah sejak kudeta militer 1 Februari, dan gerakan-gerakan yang bermunculan untuk menantang junta terutama didukung oleh sumbangan publik.

Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) mengatakan, obligasi mulai dijual pada Senin (22/11) untuk sebagian besar warga negara Myanmar di luar negeri dalam denominasi US$100, US$500, US$1,000, dan US$5,000 dengan return selama dua tahun.

Meskipun obligasi tersebut, tidak akan menghasilkan pendapatan bunga bagi pembeli, nilai US$3 juta atau sekitar Rp 42,8 miliar terjual dalam tiga jam pertama. Penjualan obligasi kemudian meningkat menjadi 6,3 juta dolar pada hari terakhir.

Meskipun obligasi tidak akan menghasilkan pendapatan bunga bagi pembeli, senilai US$3 juta terjual dalam tiga jam pertama, kata NUG, meningkat menjadi US$6,3 juta pada akhir hari. Target keseluruhannya adalah US$1 miliar atau sekitar Rp 14,2 triliun

"Dari sini, saya menyaksikan antusiasme orang-orang dalam kasus pencopotan militer fasis," kata juru bicara NUG, Sasa, di Facebook.

Junta telah melarang NUG dan menyebutnya sebagai gerakan teroris.

NUG belum mengungkapkan bagaimana dana tersebut akan digunakan. Sementara itu, seorang juru bicara junta tidak segera menanggapi permintaan komentar.

Kelompok oposisi telah mencoba untuk menahan upaya militer untuk mengkonsolidasikan kekuasaan dengan mendorong orang untuk tidak membayar pajak dan bergabung dengan protes, kampanye pembangkangan sipil dan boikot bisnis yang terkait dengan tentara dan lotere nasional.

Pembeli obligasi melakukan pembayaran melalui transfer internasional ke rekening di Republik Ceko, kata NUG.

Seorang warga negara Myanmar berusia 27 tahun, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, mengatakan dia menginvestasikan US$500 dalam obligasi tersebut.

"Kami tidak mengharapkan uang kembali setelah dua tahun. Kami membelinya karena kami ingin berkontribusi pada revolusi," katanya. (REUTERS)

TERKINI
Berbeda dengan Berkeley, UCLA Tangani Protes Mahasiswa Pro-Palestina dengan Panggil Polisi Parlemen Vietnam Dukung Pengunduran Diri Ketua di Tengah Upaya anti-Suap Protes Kampus Jadi Tantangan Kampanye Terpilihnya Kembali Biden dan Partai Demokrat Korea Selatan Tingkatkan Kewaspadaan Diplomatik dengan Alasan Ancaman Korea Utara