Kamis, 11/11/2021 23:31 WIB
Addis Ababa, Jurnas.com - Kementerian Luar Negeri Ethiopia memastikan bahwa staf Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Uni Afrika yang bekerja di negara itu tidak kebal hukum. Karenanya, setiap tindakan melanggar hukum akan diberikan sanksi.
Ethiopia mengumumkan keadaan darurat pada 2 November 2021 lalu, setelah pasukan pemberontak dari wilayah utara Tigray dan sekutu membuat keuntungan teritorial, dan mengancam akan berbaris di ibukota.
Sejak itu, ratusan orang Tigray ditangkap di Addis Ababa, kata keluarga dan koleganya, bersama dengan 16 anggota staf PBB yang etnisnya belum diungkapkan. Tujuh staf PBB kemudian dibebaskan.
"Staf PBB yang tinggal di Ethiopia harus menghormati hukum negara itu," kata juru bicara kementerian luar negeri Dina Mufti dalam konferensi pers dikutip dari Reuters pada Kamis (11/11).
Hari Ini Dewan Keamanan PBB Gelar Pemungutan Suara soal Keanggotaan Palestina di PBB
Permohonann Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB Dibahas DK Bersama Komite
Veto Rusia Dinilai Suramkan Masa Depan Penerapan Sanksi terhadap Korea Utara
"Mereka tinggal di Ethiopia, bukan di luar angkasa. Apakah itu anggota staf PBB atau AU, mereka harus bertanggung jawab," sambung dia.
Seorang staf PBB asal Italia ditangkap pada Sabtu akhir pekan lalu dengan dua rekannya Ethiopia, menurut keterangan Kementerian Luar Negeri Italia dan Volontariato Internazionale Per lo Sviluppo (VIS), organisasi yang mempekerjakan mereka.
Dina menegaskan kembali sikap pemerintah bahwa mereka tidak akan mengadakan pembicaraan gencatan senjata dengan para pemimpin Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), karena pasukannya belum ditarik dari wilayah tetangga Amhara dan Afar.
TPLF pekan lalu merebut Kemise, 325 km (200 mil) dari ibu kota Addis Ababa. Namun juru bicara TPLF tidak segera menanggapi permintaan komentar.