DPR diminta tak terburu-buru mengesahkan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) menjadi Undang-Undang karena dianggap masih banyak kelemahan.
Indonesia dinilai belum siap untuk menerapkan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan siber (Kamtansiber). Aturan-aturan yang termuat dalam draft RUU Kamtanasiber dianggap usang.
Pakar Hukum Tata Negara asal Universitas Soedirman, Muhammad Fauzan menyatakan Rancangan Undang-Undang Kemanan dan Ketahanan Siber (RUU Kamtansiber) berpotensi menimbulkan disharmonisasi antar lembaga terkait.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyatakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) tidak diperlukan. Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menilai RUU Kamtansiber akan memicu pemborosan anggaran.
Anggota Komisi I DPR RI Jerry Sambuaga pesimistis RUU Kemanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) disahkan pada tahun ini. Hingga kini, RUU Kamtansiber masih belum selesai dibahas oleh DPR periode 2014-2019.
RUU Kamtansiber dinilai akan memicu kontroversi dan kegaduhan di masyarakat. Langkah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) yang berencana menggelar simposium untuk mendengar saran dan masukan dari publik dipertanyakan.
Mahasiswa dari sejumlah universitas mengungkapkan kekhawatirannya terhadap draf Rancangan Undang-undang Keamanan dan Ketahanan Siber atau biasa disebut Kamtansiber.
Sejumlah aktivis dari sejumlah organisasi cyber security atau keamanan siber kompak mengkritisi draf RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber).
Rancangan Undang-Undang (RUU) Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber) dinilai sangat dibutuhkan ditengah pertarungan digital saat ini.
Pakar hukum tata negara Universitas Udayana Jimmy Zeravianus Usfunan menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengkaji kembali RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtansiber).