Sabtu, 20/04/2024 00:11 WIB

Dewas KPK Tak Temukan Pelanggaran Etik Firli Bahuri-Karyoto di OTT UNJ

Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan indikasi pelanggaran kode etik yang dilaporkan Indonesian Corruption Watch (ICW) itu.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Firli Bahuri.

Jakarta, Jurnas.com - Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mempelajari terkait laporan atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua Firli Bahuri dan Deputi Penindakan, Karyoto dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) UNJ.

Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengatakan bahwa pihaknya tidak menemukan indikasi pelanggaran kode etik yang dilaporkan Indonesian Corruption Watch (ICW) itu.

"Dewan Pengawas KPK sudah menyurati ICW terkait laporan dugaan pelanggaran etik oleh Ketua KPK dan Deputi Penindakan. Setelah laporan pengaduan tersebut dipelajari, Dewas tidak menemukan indikasi pelanggaran etik," kata Syamsuddin Haris saat dikonfirmasi, Jumat (13/11).

Menurut Syamsuddin, sidang etik dalam kasus OTT UNJ yang diadukan ICW itu sudah diputuskan.

"Kasus UNJ yang diadukan ICW sudah diputus dalam sidang etik tanggal 12 Oktober 2020," ucap Syamsuddin.

Seperti diketahui, Peneliti ICW Wana Alamsyah, melaporkan Ketua KPK Firli Bahuri dan Deputi Penindakan Karyoto kepada Dewas atas dugaan pelanggaran kode etik terkait OTT UNJ.

"Hari ini, ICW melaporkan Firli Bahuri selaku Ketua KPK/">KPK dan Karyoto selaku Deputi Penindakan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku ke Dewan Pengawas. Adapun latar belakang pelaporan ini berkaitan dengan kasus OTT UNJ beberapa waktu lalu," kata Wana kepada wartawan, Senin (26/10) lalu.

Wana mengatakan bahwa berdasarkan putusan atas pelanggaran kode etik tehadap Plt Direktur Pengaduan Masyarakat KPK/">KPK,  Aprizal pada 12 Oktober lalu, terungkap ada beberapa dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh kedua perwira polisi itu.

Dimana, ICW mencatat ada empat dugaan pelanggaran kode etik yang terjadi. Pertama, Firli Bahuri bersikukuh untuk mengambil alih penanganan yang saat itu dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Padahal saat itu, Aprizal sudah menjelaskan bahwa tidak ditemukan adanya unsur penyelenggara negara.

"Sehingga, berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK/">KPK, maka tidak memungkinkan bagi KPK/">KPK untuk menindaklanjuti kejadian tersebut," ucap Wana

Kedua, Firli Bahuri menyebutkan bahwa dalam pendampingan yang dilakukan oleh Tim Pengaduan Masyarakat terhadap Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah ditemukan tindak pidananya.

Padahal, kata Wana, Firli diduga tidak mengetahui kejadian sebenarnya. Sehingga menjadi janggal jika Firli langsung begitu saja menyimpulkan adanya tindak pidana korupsi dan dapat ditangani oleh KPK/">KPK.

Ketiga, tindakan Firli Bahuri dan Karyoto saat menerbitkan surat perintah penyelidikan dan pelimpahan perkara ke Kepolisian diduga tidak didahului dengan mekanisme gelar perkara di internal KPK/">KPK.

Dimana, dalam aturan internal KPK/">KPK telah diatur bahwa untuk dapat melakukan dua hal tersebut mesti didahului dengan gelar perkara yang diikuti oleh stakeholder kedeputian penindakan serta para Pimpinan KPK/">KPK.

Dan terkahir, Wana mengatakan bahwa tindakan Firli Bahuri untuk mengambil alih penanganan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diduga atas inisiatif pribadi tanpa melibatkan atau pun mendengar masukan dari Pimpinan KPK/">KPK lainnya.

"Padahal Pasal 21 UU KPK/">KPK menyebutkan bahwa Pimpinan KPK/">KPK bersifat kolektif kolegial," ucap Wana.

KEYWORD :

KPK Dewas Sidang Etik Firli Bahuri OTT UNJ




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :