Sabtu, 20/04/2024 06:47 WIB

Buta Aksara Didominasi Perempuan, Linda Gumelar: Akibat Budaya Patriarki

Linda Agum Gumelar prihatin dengan tingginya angka buta aksara di Indonesia yang didominasi oleh kaum perempuan.

Mantan Menteri PPPA Linda Agum Gumelar (Foto: Youtube)

Jakarta, Jurnas.com - Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Linda Agum Gumelar prihatin dengan tingginya angka buta aksara di Indonesia yang didominasi oleh kaum perempuan.

Menurut data Susenas BPS 2019, lanjut Linda, saat ini angka buta aksara di Indonesia tersisa 1,78 persen secara nasional. Dan sebagian besar penyandang buta aksara, rata-rata perempuan berusia 15-59 tahun yang berasal dari kelompok miskin.

Pada usia di atas 15 tahun, angka buta aksara perempuan mencapai 5,67 persen, lebih tinggi dari angka buta aksara laki-laki sebesar 2,52 persen.

"Tingginya angka perempuan buta aksara karena budaya patriarki yang masih kental di sebagian masyarakat kita, yang masih mendiskriminasikan perempuan," kata Linda dalam webinar `Indonesia Maju Terwujud Masyarakat Literasi yang Belajar Sepanjang Hayat` yang digelar oleh Kongres Wanita Indonesia (Kowani) pada Selasa (29/9).

Linda menuturkan, ada banyak praktik budaya patriarki yang masih mengakar di masyarakat. Salah satunya anggapan bahwa anak laki-laki lebih bernilai dari anak perempuan.

Pandangan tersebut, menurut Linda, mengakibatkan perempuan kerap kali mengalami ketidaksetaraan gender. Kesehatan dan pendidikan untuk anak perempuan dinomorduakan. Dampaknya, banyak anak perempuan kekurangan gizi dan rentan terhadap penyakit.

"Dampak lainnya adalah rendahnya dorongan mendapatkan pendidikan bagi anak perempuan. Jangan lihat di kota-kota besar, tapi coba kita lihat kelompok masyarakat di daerah 3T. Karena anak laki-laki dianggap lebih, mereka mendapatkan kesempatan sekolah yang lebih tinggi, karena akan meneruskan ekonomi keluarga," ujar Linda.

Banyaknya tugas domestik untuk perempuan dibandingkan anak laki-laki juga menjadi kendala lainnya. Perempuan, kata Linda, dituntut untuk membantu pekerjaan orang tua di rumah dan di kebun.

"Belum lagi pada usia 14-18 tahun, anak perempuan sudah dipersiapkan memasuki dunia perkawinan. Kita tahu persis pernikahan di usia anak masih tinggi di Indonesia," terang Linda.

"Ini pengaruh patriarki tadi, sehingga anak laki-laki didorong untuk melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya," tandas dia.

KEYWORD :

Buta Aksara Linda Agum Gumelar Budaya Patriarki




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :