Sabtu, 27/04/2024 00:25 WIB

DPR Dorong Kemenkeu Tingkatkan Kinerja

Kementerian Keuangan kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK RI atas Laporan Keuangan Tahun 2019. Capaian ini diraih Kemenkeu sebanyak 9 kali berturut-turut sejak tahun 2011.

Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Anetta Komarudin

Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Keuangan kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI atas Laporan Keuangan Tahun 2019. Capaian ini diraih Kemenkeu sebanyak 9 kali berturut-turut sejak tahun 2011.

Menangapi hal itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin mendorong agar Kemenkeu mempertahankan sekaligus meningkatkan kinerja terhadap pengelolaan dan pemanfaatan anggaran.

“Capaian WTP menjadi bukti kepatuhan terhadap standar akuntansi yang ditetapkan, serta terbebas dari kesalahan penyajian informasi secara material. Namun, predikat ini tetap harus diiringi capaian indikator kualitas dalam penggunaan anggaran yang memberikan dampak terukur terhadap sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Selain itu, Kemenkeu tetap harus meningkatkan kinerja, utamanya terkait temuan-temuan signifikan BPK, salah satunya penatausahaan piutang perpajakan,” ungkap Puteri dalam siaran persnya, Senin (31/8).

Namun, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2019, BPK RI menilai adanya kelemahan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak (DJP), serta belum optimalnya pengelolaan piutang pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Laporan tersebut menyatakan bahwa terdapat kenaikan saldo piutang per 31 Desember 2019 sebesar 16,22 persen, yaitu menjadi Rp 94,69 triliun, dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 81,44 triliun.

Diketahui, jumlah kenaikan saldo piutang tersebut sebagian besar merupakan saldo piutang perpajakan pada DJP sebesar Rp 72,63 triliun atau meningkat 6,67 persen, dan sisanya merupakan piutang yang menjadi kewenangan DJBC. Padahal BPK RI telah merekomendasikan Kemenkeu agar menginstruksikan DJP untuk menindaklanjuti hasil pemeriksaaan tahun sebelumnya.

“Kenaikan piutang ini harus menjadi perhatian bersama karena seharusnya jumlah pajak yang belum dilunasi oleh Wajib Pajak berangsur menurun, bukan justru mengalami kenaikan. Oleh karena itu, rekomendasi BPK seperti pemutakhiran sistem informasi dan penyusunan kebijakan akuntansi terkait, agar segera diimplementasikan sehingga nantinya piutang ini dapat cepat terselesaikan dan tidak melebihi batas waktu," katanya.

"Selain itu, diperlukan juga skema dan target penagihan setiap tahunnya untuk menambah penerimaan negara yang tahun ini menurun akibat pandemi Covid-19 maupun dampak subsidi fiskal.” ujar politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Dalam Rapat Kerja Komisi XI bersama Kemenkeu pada Rabu (26/8), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa Pemerintah tengah berusaha untuk melakukan peningkatan penatausahaan piutang perpajakan, di antaranya dengan implementasi kebijakan Sistem Akuntansi Pendapatan (Revenue Accounting System/RAS) pada DJP secara nasional mulai 1 Juli 2020.

Dengan diterapkannya sistem ini, diharapkan piutang akan mencerminkan kondisi paling terkini serta lebih akurat dalam memvalidasi data piutang setiap transaksi karena dapat diakses secara real time.

Selain itu, DJBC juga akan memberlakukan prosedur standar operasional untuk pencatatan dan mutasi piutang. Lebih lanjut, Puteri juga menyoroti terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menunjukkan capaian realisasi yang belum optimal, yakni 58,41 persen, di mana kontribusi PNBP Badan Layanan Umum hanya 54,46 persen dari target.

Padahal, penerimaan PNBP BLU berkontribusi besar terhadap total penerimaan PNBP Kemenkeu. Jika dibandingkan tahun 2018, penerimaan PNBP juga turun sebesar 49,08 persen, dengan jumlah PNBP BLU yang juga turun sebesar 52,40 persen.

“Selain mengenai penataan piutang perpajakan dan rendahnya realisasi PNBP, perlu disoroti juga terkait kinerja Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN. Kemenkeu dan Kementerian BUMN harus terus berkoordinasi dalam mengawal pengelolaan kinerja dan aset BUMN yang mendapatkan investasi pemerintah berupa PMN. Investasi ini harus benar-benar memberikan manfaat positif bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Untuk itu, dampak investasi tersebut perlu terus diukur secara berkala untuk memastikan kontribusinya terhadap pembangunan,” tutup legislator dapil Jawa Barat VII itu.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XI DPR Menteri Keuangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :