Jum'at, 26/04/2024 06:44 WIB

Sadis, Turki Akan Culik Pengkritik Erdogan dari Luar Negeri

Turki dikabarkan telah menandatangani perjanjian rahasia dengan beberapa negara, untuk melakukan pemulangan paksa dan penculikan terhadap para pengkritik Presiden Recep Tayyip Erdogan

Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan menyampaikan pidatonya dalam pertemuan Majelis Umum PBB ke 72 di New York, Selasa 24 September 2019 (Foto: AFP)

Ankara, Jurnas.com - Pemerintah Turki dikabarkan telah menandatangani perjanjian rahasia dengan beberapa negara, untuk melakukan pemulangan paksa dan penculikan terhadap para pengkritik Presiden Recep Tayyip Erdogan yang saat ini berada di luar negeri.

Empat pelapor khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam surat bersama ditujukan kepada pemerintah Turki, menyampaikan keprihatinan mereka terhadap keselamatan para pengkritik Erdogan yang berada di luar negeri.

"Pemerintah Turki, berkoordinasi dengan negara-negara lain, telah memulangkan secara paksa lebih dari 100 warga negara Turki, di mana 40 orang menjadi sasaran penghilangan paksa, sebagian besar diculik dari jalanan atau dari rumah mereka di seluruh dunia, dan banyak diambil bersama dengan anak-anak mereka," kata empat pelapor PBB dikutip dari Al-Arabiya, pada Rabu (15/7).

Surat keprihatinan itu ditandatangani bersama oleh kepala pelapor Kelompok Kerja Penghilangan Paksa PBB, Luciano Hazan, pelapor khusus urusan hak-hak asasi manusia (HAM) migran, Felipe Gonzalez Morales, pelapor khusus urusan promosi dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) serta kebebasan fundamental terkait penanganan terorisme, Fionnuala Ní Aoláin, dan pelapor khusus urusan penyiksaan, kekejaman dan perlakuan tidak manusiawi, Nils Melzer.

Menurut keempat pelapor khusus PBB itu, lebih dari seratus pengkritik Erdogan ini diculik di Afghanistan, Azerbaijan, Albania, Libanon, Kamboja, Gabon, Irak, Kazakhstan, Kosovo, Malaysia, Moldova, Mongolia, Myanmar, Pakistan, Qatar, Arab Saudi, Sudan, Ukraina, dan negara-negara lain.

Presiden Erdogan telah meningkatkan tindakan keras terhadap mereka yang berseberangan dalam beberapa bulan terakhir, khususnya terhadap mereka yang diduga berafiliasi dengan gerakan keagamaan yang dipimpin oleh Fethullah Gulen, seorang pengkhotbah Muslim Turki yang tinggal di Amerika Serikat.

Pada pertengahan tahun ini, muncul berita terbitnya surat perintah penangkapan atas lebih dari 400 orang. Mereka merupakan anggota tentara, dokter, dan guru, yang dinilai memiliki keterkaitan dengan kudeta gagal 2016.

Presiden Erdogan telah menargetkan gerakan Gulen sejak 2016, ketika organisasi itu, yang dikenal di Turki sebagai Hizmet, dituduh sebagai organisasi teroris. Gulen bersama para pendukungnya dinilai terlibat dalam upaya kudeta yang gagal pada pertengahan 2016.

"Pemerintah (Turki) telah menandatangani perjanjian kerja sama keamanan bilateral dengan beberapa negara dengan dalih memerangi terorisme dan kejahatan transnasional. Sumber tersebut mengklaim bahwa perjanjian telah dilakukan secara ambigu untuk memungkinkan pengusiran atau penculikan atas orang-orang yang dianggap memiliki risiko keamanan yang berada di negara ketiga yang ikut perjanjian tersebut," ungkap surat tersebut.

Disebutkan bahwa setelah Turki gagal melakukan ekstradisi secara hukum, mereka menempuh operasi rahasia. Orang-orang yang ditargetkan ditempatkan di bawah "pengawasan 24 jam, diikuti dengan penggerebekan rumah dan penangkapan dalam operasi rahasia oleh penegak hukum atau petugas intelijen berpakaian sipil."

Setelah ditangkap, target disembunyikan hingga beberapa minggu hingga kemudian dilakukan deportasi. "Selama periode itu mereka diintimidasi agar menyetujui kepulangannya secara sukarela dan mengakui tuntutan pidana yang dijalani saat tiba di Turki," kata surat itu.

Pemerintah Turki membantah tuduhan tersebut. Dalam menanggapi surat PBB yang dikirimkan pada pertengahan Juni, Turki menyebut klaim penyiksaan "tidak berdasar", meskipun ada kesaksian yang telah diterima PBB.

Sebelum ini, Amnesty International menyebut undang-undang anti-terorisme Turki "tidak jelas dan banyak disalahgunakan" untuk meningkatkan tuduhan terhadap jurnalis bermasalah.

Lebih dari 319 wartawan telah ditangkap di Turki sejak 2016, dengan 189 outlet media ditutup, menurut Turkey Purge, sebuah situs web yang dijalankan oleh wartawan Turki yang mendokumentasikan penangkapan di negara itu.

KEYWORD :

Turki Recep Tayyip Erdogan Penculikan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :