Sabtu, 27/04/2024 10:44 WIB

Hemat Air, Petani Wonogiri Tanam Sorgum

Kebanyakan petani di Wuryantoro menanam 3-5 biji per lubang, sebagai antisipasi jika terjadi kekeringan yang parah, maka akan dipotong dua batang untuk menghidupi tiga batang lainnya.

Tanaman sorgum (Foto: Humas Kementan)

Wonogiri, Jurnas.com  - Sejak Bulan Mei, daerah Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah mengalami penurunan jumlah curah hujan. Hal inilah mendasari para Petani melakukan upaya lain dengan menanam palawija di musim tanam dua (MT II).

Ana Rahmawati, penyuluh pertanian setempat gencar menyosialisasikan ke petani untuk menanam tanam palawija di awal musim kemarau sebagai langkah tepat mengatasi krisis pangan akibat kekurangan cadangan air.

"Salah satu langkah kami adalah mengganti komoditas padi menjadi sorgum, kedelai ataupun jagung untuk mengantisipasi luas lahan yang terancam kekeringan jika tetap dipaksakan tanam padi," ujar Ana.

Menurutnya, petani Wuryantoro memilih sorgum karena tidak banyak memerlukan air selama masa tanamnya, bahkan dapat memproduksi air sendiri."Batang sorgum yang telah di potong akan mengeluarkan air yang dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan shorgum dalam satu rumpun," jelasnya.

Ana mengatakan, kebanyakan petani di Wuryantoro menanam 3-5 biji per lubang, sebagai antisipasi jika terjadi kekeringan yang parah, maka akan dipotong dua batang untuk menghidupi tiga batang lainnya.

Selain itu, tanaman yang bentuknya mirip dengan tanaman jagung ini juga sangat mudah dalam perawatan dan tahan hama, sehingga petani lebih memilih menanam shorgum dibandingkan tanaman palawija lainnya.

Ketua Poktan Rahayu, di Kelurahan Mojopuro, Surono juga mengatakan bahwa tanaman sorgum atau yang biasa disebut "cantel" telah dikenal sejak lama di Kecamatan Wuryantoro.

"Dulu banyak yang menanam sorgum putih, namun karena disukai burung petani kemudian enggan menanam sorgum," ujar Surono.

Menurut Surono beberapa tahun terakhir, sorgum merah ternyata lebih aman dari serangan burung, membuat petani mulai bersemangat lagi menanam sorgum daripada lahan "bero".

Jika dilihat dari luas tambah tanam (LTT) sorgum di Kecamatan Wuryantoro ini mengalami penambahan dari tahun ke tahun. Tahun 2019 tercatat ada 60 hektar, sedangkan pada tahun 2020 meningkat menjadi 120 hektare.

Peningkatan luas tanam tersebut selain dipicu oleh cuaca, juga karena mulai diterimanya sorgum dengan harga yang terus meningkat. Harga sorgum pada musim tanam yang lalu mencapai Rp. 4.500,- per kilo.

Margiyati, salah satu petani di Desa Sumberejo, Wuryantoro yang telah bertahun-tahun menanam sorgum dengan sumringah memaparkan tidak ada ruginya menanam sorgum. "Biaya yang dibutuhkan sangat sedikit, perawatan mudah, sekali tanam bisa panen dua kali," ujarnya.

Ia menambahkan, kelebihan tanaman sorgum dapat diratun, dimana saat telah panen, tanaman induk di potong dan nantinya akan tumbuh tunas-tunas baru. Keuntungan ratun ini antara lain cepat, mudah, murah serta dapat meningkatkan hasil produksi.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo mengatakan gerakan diversifikasi pangan sebagai upaya untuk mendorong ketersediaan dan konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.

Sementara itu, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi juga selalu meminta kepada penyuluh dan petani untuk terus gencarkan produksi, karena pangan adalah masalah yang sangat utama.

"Masalah pangan adalah masalah hidup matinya suatu bangsa. Setelah panen lakukan kembali olah tanah dan tanam. Musim kemarau bukan menjadi suatu masalah. Genjot produksi bahan pangan lokal," ujar Dedi.

KEYWORD :

Hemat Air Petani Wonogiri Tanaman Sorgum Dedi Nursyamsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :