Jum'at, 19/04/2024 12:06 WIB

Siapkan Diri Anda untuk Lima "Normal Baru" pasca Covid-19

Diperkirakan segera setelah pandemi ini berlalu, akan muncul sejumlah kebiasaan yang menjadi normal baru di masyarakat. Apa saja?

Ilustrasi belajar dari rumah di depan komputer (Foto: Agsinger)

Jakarta, Jurnas.com - Pandemi virus corona baru (Covid-19) membuat seisi dunia panik, karena vaksin dan obat untuk virus tersebut hingga hari ini belum ditemukan.

Walhasil, protokol ketat yang diberlakukan seluruh negara memaksa masyarakat untuk melakukan pembatasan sosial, hingga berdiam diri di rumah guna mencegah penularan lebih meluas.

Al-Arabiya memperkirakan, segera setelah pandemi ini berlalu, akan muncul sejumlah kebiasaan yang menjadi normal baru di masyarakat. Apa saja?

1. Penerbangan

Di saat pandemi, nyaris seluruh penerbangan ditutup. Bahkan diprediksi pada akhir tahun nanti 85 persen maskapai dunia terancam mengalami kebangkrutan, termasuk dua maskapai besar Timur Tengah, Emirates dan Etihad.

Bahkan, jika penerbangan kembali dibuka, maskapai harus menunggu hingga beberapa bulan ke depan, sampai arus penumpang kembali seperti sedia kala.

Dalam survei yang baru-baru ini dilakukan oleh International Air Transport Association (IATA), 60 persen pelancong akan kembali bepergian dalam 1-2 bulan setelah Covid-19. Sementara 40 persen akan menunggu selama enam bulan atau lebih.

Penurunan ekonomi global dan pengangguran massal juga akan menjadi penghalang untuk melakukan perjalanan. 69 persen responden mengaku bahwa mereka mungkin tidak dapat melakukan perjalanan sampai keuangan pribadi stabil.

Sedangkan di sisi lain, IATA tetap mendorong agar seluruh pesawat melakukan pembatasan sosial dengan cara mengosongkan kursi tengah. Dengan demikian, pesawat tidak akan terisi penuh lagi.

2. Pendidikan Jarak Jauh

Lebih dari 72 persen siswa di dunia terdampak penutupan sekolah dan universitas secara nasional. Sebagian ujian dibatalkan, sebagian lainnya dilakukan secara daring. Mahasiswa dipaksa belajar dari rumah dengan platform daring, dan orang tua dituntut jadi guru dadakan.

"Tiba-tiba kita dilemparkan ke dalam periode eksperimental ini, jadi akan sangat menarik untuk melihat apa yang keluar dari ini yang memiliki manfaat pendidikan yang tepat," kata Chris Rolph, direktur Nottingham Institute of Education.

Bagi sejumlah institusi pendidikan, memindahkan kelas secara daring dinilai kurang berhasil. Pasalnya, efektivitas metode ini sangat tergantung pada seberapa banyak orang tua dapat dan mau membantu.

Namun untuk siswa yang lebih tua di tingkat perguruan tinggi dan universitas, peralihan paksa ke pembelajaran online ini dapat memberikan dasar bagi beberapa perubahan pendidikan jangka panjang.

"Siswa yang pergi ke universitas selama satu jam untuk melakukan bimbingan, mungkin lebih masuk akal bagi mereka untuk melakukannya secara online," terang Rolph.

"Anda mungkin memiliki pembelajaran yang lebih terpadu dengan beberapa siswa di kampus dan yang lainnya mengakses kelas dari jarak jauh," sambung dia.

Blended learning juga akan menjadi upaya untuk mempertahankan pendaftaran siswa asing, mengingat banyaknya perguruan tinggi melakukan penerimaan siswa asing dalam jumlah besar.

Di Amerika Serikat, misalnya, terdapat lebih dari satu juta siswa asing, di mana 33,7 persen di antaranya berasal dari China.

"Kita harus melihat bagaimana kita dapat melakukan pembelajaran tambahan sehingga siswa asing dapat belajar kursus dari mana pun mereka berada," tutur Rolph.

3. Energi Terbarukan

Sejak pandemi, permintaan global terhadap minyak menurun hampir sepertiga. Diperkirakan, tahun ini akan menghapus pertumbuhan satu dekade di sektor minyak menurut Badan Energi Internasional.

Menurunnya permintaan minyak diiring dengan adanya kampanye transisi energi dari bahan bakar fosil, menuju penggunaan energi terbarukan. Dan pandemi dinilai sebagai waktu yang tepat untuk mendorong kampanye tersebut.

Pekan lalu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mendesak pemerintah untuk tidak menjamin perusahaan berbahan bakar fosil.

"Jika uang pembayar pajak digunakan untuk menyelamatkan bisnis, itu harus menciptakan lapangan kerja hijau dan pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Jangan sampai industri yang ketinggalan jaman, polusi, dan intensif karbon," tegas dia.

4. Pola Hidup Bersih

Kepada Wall Street Journal, Direktur Institut Alergi dan Penyakit Menular Nasional Amerika Serikat, Anthony Fauci pernah mengatakan, "Anda tidak pernah menjabat tangan siapa pun, itu jelas".

Jabat tangan adalah salah satu dari sekian banyak perilaku yang tampak benar-benar normal sebelum Covid-19. Tapi setelahnya, kebiasaan itu mungkin tidak akan populer lagi.

Dan sebaliknya, kebiasaan baru seperti mencuci tangan dan memakai masker wajah di luar rumah akan menjadi normal baru pasca pandemi Covid-19.

Di Jepang, praktik mengenakan masker wajah sudah menjadi norma sosial sejak sebelum Covid-19, mengingat negara tersebut pernah menghadapi pandemi flu pada 1919 silam.

"Setelah pandemi masa lalu, orang umumnya kembali ke kebiasaan mencuci tangan sebelumnya. Tetapi krisis Covid-19 berbeda dari wabah lainnya. Belum pernah sebelumnya praktik sanitasi dan jarak sosial diberlakukan pada skala global seperti ini," tulis antropolog Gideon Lasco.

5. Pesan Makanan Daring

Krisis Covid-19 telah menyebabkan konsumen di seluruh dunia mengalami kekurangan stok makanan, persediaan makanan terbatas di toko-toko, hingga kelangkaan makanan.

Karenanya, pakar makanan, Dr. Roy Steiner mengatakan bahwa para ahli di sleuruh dunia menyerukan re-evaluasi rantai pasokan makanan, untuk membantu mengurangi guncangan stok pangan di masa depan.

"Banyak bagian dunia bergantung pada sistem yang sangat tersentralisasi, dengan mengorbankan sistem pangan lokal dan regional yang kuat yang dapat menyediakan kapasitas penyangga yang lebih baik ketika dibutuhkan," ujar Steiner.

"Menjaga agar perdagangan pangan global tetap terbuka sangat penting untuk menjaga agar pasar pangan tetap berfungsi," kata asisten Direktur Jenderal FAO Maximo Torero dalam kesempatan lain.

Adapun dari sudut pandang konsumen, pandemi Covid-19 perlahan-lahan mengubah kebiasaan masyarakat membeli makanan ke metode daring atau plaform jasa.

Sebuah survei menemukan bahwa 79 persen pelanggan di UEA dan 95 persen di Arab Saudi menghabiskan lebih banyak pemesanan makanan daring selama wabah, dan berniat untuk melanjutkan kebiasaan tersebut.

"48 persen responden UEA dan 69 persen responden Saudi mengatakan mereka akan mempertahankan kebiasaan mereka di luar pandemi," demikian laporan survei itu.

KEYWORD :

Lima Normal Baru Covid-19 Virus Corona




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :