Sabtu, 20/04/2024 02:17 WIB

Terkait Mudik Lebaran, YLKI Anggap Pemerintah Ambigu dan Inkonsisten

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)) Tulus Abadi.

JAKARTA, Jurnas.com – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengangap pemerintah ambigu dan inkonsisten dalam kebijakan mudik Lebaran 1441 H/2020.

“Pemerintah tampak gamang, ambigu, bahkan inkonsisten dalam upaya pengendalian Covid-19. Hal ini setidaknya tecermin dalam menyikapi fenomena mudik Lebaran, Mei 2020,” kata Ketua Harian YLKI Tulus Abadi di Jakarta, Selasa (7/4/2020).

Wabah virus corona atau Covid-19, belum terlihat kapan akan berakhir. Bahkan yang terjadi korban positif bahkan meninggal dunia, makin eskalatif, data terakhir mencapai 2.700-an orang positif Covid-19.

Bukan hanya di area Jakarta dan Bodetabek saja, tetapi telah melingkupi skala nasional, 34 provinsi.

Namun ironisnya, kata Tulus, antar institusi pemerintah tidak nyambung bahkan kontradiksi, sekalipun antar institusi pemerintah pusat (kementerian), apalagi antar pemerintah pusat dengan daerah.

Pernyataan pejabat pemerintah pun saling bertabrakan. Contoh, pernyataan blunder Fadjroel Rachman sebagai Jubir Presiden, yang membolehkan mudik Lebaran, yang kemudian dianulir oleh Pratikno, Mensesneg.

Atau bahkan Wapres Ma`ruf Amin menyatakan mudik haram, tetapi Presiden Jokowi menyatakan boleh.

Hal yang sama juga terjadi secara formal antar Kementerian. Contoh, Kementerian PAN RB mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 41/2020, yang intinya melarang ASN (Aparatur Sipil Negara) melakukan perjalanan mudik, bahkan keluar kota, selama wabah Covid-19 masih berlangsung.

Sementara itu, Kementerian Koordinator Investasi dan Maritim, masih kekeuh ingin mendorong mudik Lebaran.

“Setidaknya, itulah hal yang tecermin dalam public hearing Pengendalian Mudik 2020, pada Senin (6/4/2020),” kata Tulus.

Menurut Tulus, hadir dalam public hearing itu, selain pejabat publik yang berkompeten di bidangnya (seperti Dirjen, Kepala Badan, Direktur, dll), juga beberapa pengamat/pakar, seperti: Imam Prasodjo, Hikmahanto Juwono, Alvien Lie, Prof. Erani, Agus Pambagio, Tommy Suryo Pratomo, dan saya sendiri, mewakili YLKI.

Desain dan ideologi  public hearing itu adalah bahwa masyarakat tetap bisa melakukan mudik Lebaran, tetapi dengan instrumen pengendalian ketat.

Selain harus mengantongi izin dan persyaratan administrasi yang ketat, moda transportasi yang digunakan akan diperketat pula. Misalnya, kapasitas penumpang moda transportasi hanya memuat 50 persen saja.

“Ini dengan maksud agar penumpang tetap bisa melakukan phisical distancing,” ujarnya.

Demikian juga kendaraan pribadi keterisiannya juga dibatasi, misalnya maksimal penumpangnya 4 (empat) orang. Bahkan sepeda motor hanya boleh untuk satu orang saja, tidak boleh dua orang, apalagi lebih.

Atas pengendalian mudik yang digagas Kementerian Kordinator Marivest, menurut YLKI, masing sangat kental dan dominan kepentingan ekonominya.

Padahal, menurutnya, hal ini tidak sejalan dengan protokol kesehatan sebagai upaya untuk mengendalikan virus corona.

“Jika pemerintah memaksakan mudik Lebaran, sekalipun dengan istilah pengendalian ketat, maka hal itu akan berisiko tinggi. Yakni, epicentrum virus corona akan menyebar dan atau berpindah ke daerah. Dampaknya akan menginfeksi petani, dan endingnya bisa mengancam pasokan logistik,” kata Tulus.

Selain itu, masifnya infeksi virus ke daerah akan membuat sistem pelayanan RS di daerah jebol, mengingat kondisi infrastruktur dan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang sangat terbatas.

 Pengawasan di lapangan juga akan sulit, bahkan praktiknya nyaris tidak bisa diimplementasikan. Lazimnya mudik dalam sikon yang cenderung crowded, sehingga sangat berat untuk mengontrol protokol kesehatan yang diterapkan. Misalnya mobil pribadi maksimal harus berpenumpang 4 orang. Atau sepeda motor hanya boleh satu orang.

“Mudik itu acara keluarga, tak mungkin dipisahkan dengan pembatasan kapasitas penumpang kendaraan pribadi.  Yang terjadi, di lapangan polisi akan kompromistis, alias membiarkan pemudik motor berpenumpang dua orang atau lebih untuk jalan terus ke kampung halamannya. Tidak tega  jika suruh balik lagi ke Jakarta. Juga untuk roda empat sekalipun,” tuturnya.

Oleh karena itu, demi menekan persebaran virus corona ke daerah, maka pemerintah harus bersikap tegas untuk melarang aktivitas mudik Lebaran.

“Pemerintah jangan bersikap ambigu, dan inkonsisten. Sikap semacam ini justru menjadi pelecut untuk makin masifnya persebaran virus corona ke daerah,” tegas Tulus.

KEYWORD :

YLKI pemerintah ambigu inkonsisten mudik lebaran corona covid-19




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :