Jum'at, 19/04/2024 09:52 WIB

Kartu Pra Kerja (KPK): Janji Jokowi yang Telah Ditunggu

Pemerintah pusat hendaknya melakukan pilot project kartu pra kerja di beberapa daerah terlebih dahulu, untuk mengukur efektivitas dan kendala pelaksanaan kartu pra kerja, sebelum diterapkan secara nasional.

Presiden Joko Widodo

Jakarta, Jurnas.com - Presiden Joko Widodo telah ungkapkan komitmennya jika Sumber Daya Manusia (SDM) Unggul menjadi isu prioritas pembangunan 2020-2024, di samping terus melanjutkan pemerataan infrastruktur, penyederhanaan birokrasi dan regulasi untuk meningkatkan efektivitas kinerja lembaga.

Di Februari 2020 atau masa empat bulan pertama pemerintahan Joko Widodo - KH ma`ruf Amin, seharusnya komitmen tersebut telah mulai hendak diwujudkan.

Momentum prioritas SDM unggul Jokowi – Ma’ruf juga bertepatan dengan lima tahun Indonesia mengadopsi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).

SDGs merupakan inisiatif global untuk menghapus kemiskinan, meningkatkan kesetaraan dan akses bagi semua pihak. Sebagai negara yang mendukung SDGs, sudah selayaknya komitmen Indonesia tidak hanya pada dokumen perencanaan, tetapi diwujudkan nyata dalam program nyata yang dapat dirasakan oleh semua kelompok masyarakat.

Niat baik dan nyata terkait prioritas SDGs unggul dari Jokowi-Ma’ruf adalah “Kartu Pra Kerja”. Kartu sakti yang digadang meningkatkan kompetensi tenaga kerja ini, merupakan upaya yang layak didorong, mengingat “kerja” adalah kepentingan nasional, namun sudah terlalu lama tidak menjadi agenda prioritas pembangunan.

INFID dalam pernyataan resminya mengatakan, data Badan Pusat Statistik, jumlah pengangguran Agustus 2019 naik 50 ribu orang dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Berdasarkan jenjang pendidikannya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih yang paling tinggi yaitu 10,42%, diikuti SMA (7,92%), Diploma I/II/III (5,99%) dan Universitas (5,67%). Banyaknya pengangguran berpendidikan khususnya dari SMK, SMA dan diploma kemudian melahirkan tanda tanya mengenai kualitas pendidikan Indonesia.

Mirisnya angka pengangguran semakin ditekan dengan jumlah angkatan kerja yang meningkat yaitu naik 2,55 juta pada Agustus 2019 (dibandingkan dengan Agustus 2018).

Sehingga, dengan jumlah penerima kartu pra kerja yang terbatas yaitu 2 juta orang, maka sebaiknya pemerintah lebih memprioritaskan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Universitas (S1) untuk menjadi penerima kartu pra kerja karena mereka merupakan kelompok mayoritas yang belum mendapat pekerjaan di Indonesia.

Pertanyaan selanjutnya perlu juga dilihat penyebab kelompok berpendidikan di Indonesia yang belum mendapat pekerjaan. Faktor utama yaitu tidak sesuainya kompentensi dan keahlian dengan pasar kerja, selain minimnya softskill (intra dan interpersonal) yang kurang mendukung.

Berdasarkan survey Bank Dunia 2018, 78% perusahaan sulit mendapatkan pegawai level manajer dan banyak CEO yang menyatakan sulit untuk mendapatkan tenaga kerja terampil (Oxford Business Group, 2020).

Pemerintah telah mencoba meningkatkan kompentensi tenaga sebagai jawaban permasalahan ketidaksesuaian permintaan pasar kerja, akan tetapi peningkatan kompetensi juga hendaknya diikuti ketersediaan data akurat dan relevan terkait permintaan pasar kerja, akses data yang mudah dan terbuka, serta membantu daerah dalam mengatasi tantangan keterampilan di tingkat lokal.

Pemerintah pusat hendaknya melakukan pilot project kartu pra kerja di beberapa daerah terlebih dahulu, untuk mengukur efektivitas dan kendala pelaksanaan kartu pra kerja, sebelum diterapkan secara nasional.

Derasnya otomatisasi industri 4.0, menaruh urgensi softskill tidak hanya untuk saat ini, akan tetapi juga di masa yang akan datang dengan tambahan bonus demografi. Di masa depan akan ada permintaan tinggi untuk keterampilan softskill, seperti kolaborasi, keterampilan kognitif tingkat tinggi (analisa dan pemecahan masalah), termasuk membangun kelancaran ide, logika dan orisinalitas.

Negara seperti Jepang yang dulu bergantung pada hafalan telah bergeser ke penekanan yang jauh lebih besar kepada pemahaman dan pemikiran kritis. Memastikan keterampilan seperti kreativitas, pemecahan masalah yang rumit dan kolaborasi hendaknya diajarkan pada kurikulum pelatihan yang ditawarkan oleh kartu pra kerja.

Selanjutnya upaya kartu pra kerja hendaknya menjadi transformasi dari sekedar dokumen perencanaan SDGs menjadi program nyata dalam pencapaian SDGs. Upaya kartu pra kerja tentu membantu pemerintah Indonesia mewujudkan komitmennya dalam mencapai target-target SDGs khususnya tujuan pendidikan bermutu, kesetaraan gender, kerja layak dan mengurangi ketimpangan.

Dalam pelaksanaannya, beberapa rekomendasi INFID terkait praktek kartu pra kerja yaitu:
1. Kerjasama dengan Industri dan perusahaan untuk memperluas provider/penyedia lokasi Pelatihan Vokasi dan Pemagangan, termasuk Industri ekspor dan BUMN
2. Melakukan kampanye besar dengan berbagai cara melalui berbagai kanal komunikasi untuk memastikan semua anak muda dan pencari kerja mengetahui peluang dan kesempatan ini, termasuk memastikan seluruh dinas tenaga kerja di 500 kabupaten dan kota memiliki informasi dan memahami skema program
3. Melibatkan universitas dan NGO untuk memantau dan memberikan masukan setelah program berjalan 6 bulan, untuk mendeteksi kelemahan dan kekurangan.
4. Menyelaraskan tata kelola kartu pra kerja (KPK) dengan omnibus law RUU Cipta Kerja Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), untuk meningkatkan efektivitas dan perluasan cakupan penerima manfaat.

KEYWORD :

Kartu Pra Kerja Joko Widodo INFID




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :