Jum'at, 26/04/2024 00:12 WIB

Ekonom UI Tidak Sepakat Bailout Jiwasraya, Ini Sebabnya

Dana talangan yang diperlukan Jiwasraya sekitar Rp 32 triliun untuk mengembalikan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan yang ditetapkan OJK yakni minimal 120 persen

Asuransi Jiwasraya (Pontas)

Jakarta, Jurnas.com - Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi tidak sepakat dengan wacana agar pemerintah mengucurkan dana talangan (bailout) untuk menyelamatkan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang gagal membayar polis nasabah asuransi pelat merah itu.

Bailout bukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah keuangan Jiwasraya. Pasalnya, dana talangan yang diperlukan Jiwasraya sekitar Rp 32 triliun untuk mengembalikan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) sesuai ketentuan yang ditetapkan OJK yakni minimal 120 persen. Hal itu karena RBC Jiwasraya tercatat minus 805 persen.

"Saya melihat bailout itu bukan pilihan. Kalau dibailout itu harus ada Rp32 triliun. Kenapa keluar angka Rp32 triliun itu, karena kalau kita bicara risk based capital yang menurut standar OJK 120 persen, ini kemarin melalui assesment terakhir itu sudah minus 800 persen RBC-nya," kata Fithra, Ahad (19/1/2020).

Memang, lanjut Fithra, uang Rp32 triliun bukanlah jumlah yang besar jika dibanding dengan ABPN. Namun, jumlah tersebut akan sangat berarti jika didistribusikan ke kegiatan lain yang memberikan dampak baik bagi seluruh masyarakat.

"Oke memang dibandingkan keseluruhan APBN kita, 32 triliun itu terkesan kecil, tapi kalau bicara trade off, opportunity cost, 32 triliun kalau untuk subsidi gas melon itu kan akan lebih baik, misalnya," ujar Direktur Eksekutif Next Policy itu.

"Belum lagi kita mau pindah Ibu Kota nih. Jangan sampai (muncul opini) tidak bisa pindah Ibu Kota karena bailout Jiwasraya. Itu kalau kita bicara soal trade off, opportunity cost, kita harus memilih," sambungnya.

Selain itu, Fithra menyebut, jika pemerintah mem-bailout masalah keuangan Jiwasraya, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul persoalan serupa pada asuransi BUMN lainnya dengan alasan bakal ditalangi oleh pemerintah.

"Belum lagi efek ikutannya. Kalau (Jiwasraya) sudah dibayar 32 triliun, yang (BUMN) lainnya `oh nanti dibayar kok.` Ini bisa jadi modus baru. Banyak yang terjebak ini plat merah harus di bailout. Plat merah kita amin," ungkapnya.

Lebih lanjut, Fithra berpendapat pemerintah tidak seharusnya selalu menalangi perusahaan pelat merah. Mengingat, BUMN semestinya adalah kuasi fiskal. Karena itu, ketimbang bailout, Fithra mengusulkan sejumlah cara, misalnya dalam jangka pendek bekerjasama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

"Dalam tiga sampai empat tahun proyeksi preminya bisa meningkat secara signifikan (keuangan Jiwasraya). Itu jangka pendek. Sementara untuk jangka panjangnya Undang-Undang terkait Lembaga Penjamin Polis ini harus disegerakan untuk memunculkan trust kembali kepada asuransi jiwa yang sekarang sudah terpuruk," pungkasnya.

KEYWORD :

Jiwasraya Bailout dana talangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :