Kamis, 18/04/2024 14:52 WIB

Masyarakat Sipil dan NGO Deklarasi Cegah Radikalisme dan Terorisme

Penelitian IPAC melaporkan, 45 pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang mayoritas perempuan telah dimobilisasi oleh ISIS.

Diakusi C-SAVE soal Radikalisme dan Terorisme

Jakarta, Jurnas.com - Elemen masyarakat bersama Civil Society Against Violent Extremism (C-SAVE) dan Working Group for Women in Preventing and Countering Violent Extremism (WGWC) menggelar Pertemuan Nasional Forum Civil Society Organization (CSO) di Hotel Daffam Terakota, Cawang, Jakarta, Senin, 23 September 2019.

Pertemuan CSO itu membahas dan mendeklarasikan komitmen bersama terkait peran penting masyarakat sipil dalam pencegahan terorisme.

Direktur Eksekutif C-SAVE, Mira Kusumarini mengatakan, ada dua alasan kenapa partisipasi masyarakat sipil sangat penting dalam pencegahan terorisme.

Pertama, jelas Mira, setiap anggota masyarakat sipil, apapun latar belakang, usia, pendidikan, dan profesinya, mempunyai risiko terpapar ajaran radikal dan menjadi korban rekrutmen kelompok radikal.

"Faktor penting kedua, masyarakat sipil adalah garda terdepan untuk mencegah dan menghentikan proses radikalisasi dan rekrutmen, sehingga tidak ada lagi korban-korban berikutnya," jelas Mira.

Ia pun memaparkan data dari kepolisian, bahwa jumlah pelaku tindak pidana terorisme meningkat pada tiga tahun terakhir. Pada 2017 jumlah kasusnya sebanyak 172 kasus, lalu naik menjadi sekitar 400 kasus pada 2018-2019.

"Pelaku berlatar belakang usia produktif, mayoritas laki-laki. Namun, pada tahun-tahun terakhir jumlah pelaku perempuan semakin bertambah," beber Mira.

Kata Mira, penelitian IPAC melaporkan, 45 pekerja migran Indonesia di Hong Kong yang mayoritas perempuan telah dimobilisasi oleh ISIS.

Sejak 2017 lebih dari 500 warga Indonesia yang terpapar paham radikal terorisme dan telah bergabung dengan kelompok ISIS, kembali ke Indonesia.

Dari jumlah ini, 78% adalah perempuan dan anak-anak. Anak-anak adalah kelompok paling rentan menjadi korban karena mereka dirancang sebagai masa depan gerakan kelompok radikal," papar Mira.

Kata Mira, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Bab VIIA mengamanatkan Pemerintah melakukan Pencegahan Tindak Pidana Terorisme melalui kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.

Ia pun menuturkan bahwa pemerintah saat ini sedang memfinalkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan.

"Nah, pertemuan Nasional Forum CSO berharap peran serta masyarakatsipil dapat terakomodasi dalam Rancangan Peraturan Pemerintah ini," jelas Mira.

Sementara itu, Dr. Pribadi Sutiono, Ass. Deputi Kerjasama Asia Pasifik dan Afrika, Kementerian Koordinasi Politik Hukum dan HAM Republik Indonesia mengatakan, peran masyarakat sangat vital, karena tangan pemerintah itu tak cukup panjang untuk mengatasi ancaman radikalisme.

Kolaborasi antara civil society dengan pemerkntah daerah, sangat penting. Biasanya lebih tahu dan kolaborasi keduanya menjadi suatu kombinasi yang sangat sangat baik dalam mencegah radikalisme dan terorisme," jelas Sutiono.

Ia juga mengingatkan, justru salah satu isu yang harus diperhatikan adalah peran anak anak dan perempuan dalam mencegah radikalisme ini sangat vital. Maka itulah, deklarasi ini menjadi sangat penting.

KEYWORD :

Deklarasi pencegahan terorisme




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :