Jum'at, 19/04/2024 03:55 WIB

Keberhasilan Uji Coba Obat Ebola Bangkitkan Harapan untuk Sembuh

Peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa baik kedua obat tersebut bekerja.

Seorang ibu dari seorang anak, yang diduga meninggal dunia karena Ebola, menangis di dekat peti matinya di Beni, Provinsi DRC Kivu Utara (Foto: Goran Tomasevic/Reuters)

Jakarta, Jurnas.com - Para ilmuwan yang menguji coba pengobatan Ebola baru di Republik Demokratik Kongo telah menemukan dua obat membuat perbedaan yang luar biasa untuk tingkat kelangsungan hidup.

Dalam uji coba secara acak terhadap sekitar 700 pasien dengan penyakit ini yang saat ini sedang mengalami wabah paling mematikan kedua kalinya, dua dari empat obat yang diuji muncul lebih efektif daripada yang lain dalam mengobatinya.

Dilansir The National, kedua obat, REGN-EB3 yang dikembangkan oleh Regeneron Pharmaceuticals dan mAb114 oleh para peneliti NIH, adalah antibodi yang bekerja dengan cara memblokir virus.

Temuan awal mendorong penghentian awal untuk studi utama tentang obat-obatan dan keputusan untuk memprioritaskan penggunaannya di DRC, dimana wabah selama setahun telah menewaskan lebih dari 1.800 orang.

"Hasil awal menandai "beberapa kabar baik," kata Dr Anthony Fauci dari US National Institutes of Health, yang membantu mendanai penelitian ini.

"Dengan obat-obatan ini, kita mungkin dapat meningkatkan kelangsungan hidup orang dengan Ebola," tambahnya.

Belum jelas mana dari beberapa perawatan potensial yang terbaik bagi mereka yang telah jatuh sakit. Selama epidemi Ebola Afrika Barat antara 2014 dan 2016, penelitian mengisyaratkan bahwa campuran antibodi lain bernama ZMapp bekerja, tetapi bukan bukti yang jelas.

Pada Jumat, pemantau independen dari uji coba meninjau hasil pendahuluan untuk 499 pasien dan menemukan perbedaan yang cukup untuk menghentikannya lebih awal. Panel menentukan bahwa senyawa Regeneron bekerja lebih baik daripada yang lain, dan antibodi NIH tidak jauh di belakang, kata Dr. Fauci.

NIH mengatakan 49 persen pasien yang memakai ZMapp dan 53 persen yang menggunakan Remdesivir meninggal dalam penelitian. Sebagai perbandingan, 29 persen pasien yang menggunakan REGN-EB3 dan 34 persen pada mAb114.

Lebih mengejutkan lagi, ketika pasien mencari perawatan dini, sebelum terlalu banyak virus dalam aliran darah mereka, angka kematian turun menjadi hanya 6 persen dengan obat Regeneron dan 11 persen dengan senyawa NIH, dibandingkan dengan sekitar 24 persen untuk ZMapp.

Selanjutnya, peneliti akan melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa baik kedua obat tersebut bekerja.

Pada bulan Juli, Organisasi Kesehatan Dunia mendeklarasikan darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian internasional di DRC ketika krisis memburuk.

Deklarasi darurat adalah salah satu tindakan paling serius yang tersedia bagi WHO. Deklarasi darurat sebelumnya telah difokuskan pada munculnya Zika di Amerika, pandemi flu babi dan polio.

Yang paling baru dari peristiwa itu adalah wabah Ebola besar di Afrika Barat antara 2014 dan 16, yang menewaskan lebih dari 11.000 orang.

NIH, otoritas kesehatan DRC dan WHO memuji "tim individu yang luar biasa yang telah bekerja dalam kondisi yang sangat sulit untuk melakukan studi ini," serta para pasien dan keluarga mereka.

"Melalui jenis penelitian ketat yang dilaksanakan dengan cepat inilah kita dapat dengan cepat dan definitif mengidentifikasi perawatan terbaik dan menggabungkannya ke dalam respons wabah Ebola," kata mereka.

KEYWORD :

Penyakit Ebola Republik Kongo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :