Sabtu, 20/04/2024 06:38 WIB

Transisi Politik Sudan Tetap Beresiko Meski Telah Pembagian Kekuasaan

Kesepakatan itu mengatur pemerintahan teknokrat yang dipimpin oleh warga sipil dan dewan yang berdaulat yang akan beroperasi sebagai presiden bersama,

Demonstran Sudan mendesak agar dewan militer dibubarkan dan diserahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil

Jakarta, Jurnas.com - Kesepakatan pembagian kekuasaan antara penguasa militer Sudan dan para pemimpin gerakan protes telah dipuji sebagai langkah raksasa menuju pemulihan demokrasi di negara besar itu.

Tetapi para analis memperingatkan tantangan di depan sangat berat sehingga prosesnya bisa terurai sebelum pemilihan diadakan.

Diprakarsai oleh Uni Afrika dan Ethiopia, perjanjian itu memecahkan kebuntuan sejak 3 Juni, ketika pembicaraan antara kedua belah pihak runtuh setelah pasukan keamanan dengan keras membubarkan protes duduk di luar markas besar angkatan bersenjata di Khartoum.

Dilansir The National, kekerasan tersebut menewaskan lebih dari 100 pemrotes dan melukai ratusan lainnya.

Perjanjian itu, yang menetapkan masa transisi tiga tahun dan tiga bulan, terjadi hampir tiga bulan setelah militer menggulingkan penguasa negara itu selama 29 tahun, Omar Al Bashir, dalam gelombang protes jalanan yang mematikan terhadap pemerintahannya.

Kesepakatan itu mengatur pemerintahan teknokrat yang dipimpin oleh warga sipil dan dewan yang berdaulat yang akan beroperasi sebagai presiden bersama, masing-masing dengan lima anggota dari gerakan protes dan militer.

Anggota ke-11 akan menjadi warga sipil yang dipilih bersama oleh kedua belah pihak. Dewan akan dipimpin oleh militer selama 21 bulan pertama dan oleh perwakilan sipil selama 18 bulan.

Juga dalam perjanjian tersebut adalah peluncuran investigasi yang independen dan transparan atas semua insiden kekerasan mulai dari 11 April ketika militer memindahkan Al Bashir.

"Ini kesepakatan terbaik yang mungkin saat ini tetapi itu hanya menandakan awal dari perjalanan panjang dan berliku di depan," kata Hany Raslan, seorang ahli Sudan di Pusat Studi Politik dan Strategis Al Ahram Mesir.

"Tapi masih ada tanda tanya besar apakah itu mewakili peluang nyata untuk penyelesaian yang asli dan layak."

Raslan mengatakan, tantangan utama termasuk merombak ekonomi negara yang lumpuh, menyelesaikan konflik di wilayah barat dan selatan Khartoum dan membersihkan institusi negara dari loyalis Bashir.

Membayangkan masa depan Sudan adalah pertanyaan apakah militer akan melaksanakan kesepakatan dengan itikad baik dan menyingkir pada 2022 untuk memungkinkan warga sipil memerintah negara itu setelah pemilihan.

Ini bisa menjadi bukti berat mengingat para jenderal telah mendominasi lanskap politik negara itu selama hampir 63 tahun sejak kemerdekaan pada tahun 1956.

KEYWORD :

Transisi Politik Sudan Pembagian Kekuasaan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :