Sabtu, 20/04/2024 09:54 WIB

Detektif Penyakit Hewan Binaan Kementan-FAO Siap Diturunkan ke Lapangan

Dokter hewan dari seluruh penjuru Indonesia kini sudah memiliki kemampuan seperti detektif menyelidiki perkembangan penyakit hewan.

Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjar Sumping Tjatur Rasa

Yogyakarta, Jurnas.com – Sebanyak 19 orang tenaga dokter hewan dari seluruh penjuru Indonesia kini sudah memiliki kemampuan seperti detektif menyelidiki perkembangan penyakit hewan dan melakukan investigasi wabah serta melakukan penanganan yang diperlukan.

Begitu kata Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), Fadjar Sumping Tjatur Rasa pada perayaan kelulusan dan acara pelepasan 19 tenaga epidemiologi lapangan veteriner di Yogyakarta, Kamis (24/6).

Kemampuan ini diperoleh setelah mengikuti bimbingan teknis Program Epidemiologi Lapangan Veteriner Indonesia (PELVI) yang diselenggarakan Ditjen PKH serta Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara, Kementerian Pertanian bersama Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO).

Bimbingan berkala yang dimulai sejak April 2018 ini didukung oleh USAID, Center for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, dan Alert Asia Foundation.

"Para detektif penyakit hewan ini menyediakan data ilmiah yang sangat dibutuhkan pemerintah dalam membuat kebijakan kesehatan hewan yang efektif. Bahaya penyakit hewan dapat mengganggu produksi pangan di peternakan, serta menular kepada manusia," Fadjar.

Kedua detektif yang bertugas di Balai Besar Veteriner Wates, Endang Ruhiat dan Dwi Hari Susanto menceritakan keterlibatannya menyelidiki kasus penyakit anthrax yang kembali ditemukan di Yogyakarta, Mei 2019 lalu.

"Sebelumnya, kami hanya fokus pada pengambilan dan pengujian sampel untuk peneguhan diagnosa saja, misalkan sampel tanah saat penyelidikan anthrax. Kini setelah dibimbing PELVI, kami paham gambaran besarnya, serta pentingnya analisis ilmiah dalam setiap langkah penyelidikan, sejak persiapan hingga pembuatan rekomendasi," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, Direktur CDC Amerika Serikat di Indonesia, Juliette Morgan menjelaskan, tiga dari empat penyakit infeksi baru ditularkan dari hewan kepada manusia atau bersifat zoonosis.

Namun, Detektif penyakit hewan dengan kemampuan epidemiologinya menjadi garda terdepan dalam pencegahan penularan penyakit yang dapat menjadi ancaman kesehatan global.

Team Leader Unit Khusus FAO di Bidang Kesehatan Hewan (FAO ECTAD), James McGrane, menjelaskan pentingnya penguatan penyelidikan penyakit zoonosis bagi Indonesia yang berada di lokasi strategis jalur mobilitas manusia dan hewan.

"Kementan dan FAO ECTAD telah bekerja sama selama 13 tahun terakhir agar peternak dan masyarakat umum dapat terhindar dari bahaya penyakit hewan. Selanjutnya, kami berharap dapat menyiapkan detektif penyakit hewan untuk memperkuat Dinas terkait pada tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota," ujarnya.

Setelah melalui pelatihan berkala yang terbagi dalam empat modul sejak April 2018 lalu, 16 dari 19 epidemiolog ini akan kembali bertugas di 8 Balai Besar/Balai Veteriner di bawah Ditjen PKH yang ruang lingkup kerjanya mencakup seluruh Indonesia.

Sementara, dua orang masing-masing bekerja di Balai Pengendalian Mutu dan Sertifikasi Produk Hewan dan Balai Besar Pelatihan Kesehatan Hewan Cinagara, serta satu orang lainnya bertugas di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan di bawah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

Saat ini, mereka juga telah diminta untuk berbagi pengetahuan dengan rekan-rekan di unit kerja masing-masing untuk membangun kesiapsiagaan terhadap bahaya penyakit hewan.

KEYWORD :

Kinerja Menteri Pertanian Detektif Penyakit FAO Fadjar Sumping Tjatur Rasa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :