Jum'at, 26/04/2024 05:51 WIB

Kronologis Pejabat Imigrasi NTB Peras WNA Rp1,2 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus suap pengurusan izin tinggal warga negara asing di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga orang tersangka terkait kasus suap pengurusan izin tinggal warga negara asing di kantor Imigrasi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Ketiganya adalah Kurniadie selaku Kepala Kantor Imigrasi Klas I Mataram, Kepala Seksie Intelejen dan Penindakan kantor Imigrasi Klas 1 Mataram, Yusriansyah Fazrin, dan Direktur ‎PT Wisata Bahagia, Liliana Hidayat.

"KUR (Kurniadie) dan YRI (Yusriansyah Fazrin) ditetapkan sebagai tersangka penerima (suap‎)," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat jumpa pers, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/5).

Sementara Liliana Hidayat dijerat sebagai pemberi suap. Liliana selain menjabat Direktur PT Wisata Bahagia juga tercatat sebagai pengelola Wyndham Sundancer Lombok.

Kurniadie dan Yustiasnyah disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Liliana dijerat menggunakan Pasal 5 ayat 1 a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tipikor.

Alexander menjelaskan bahwa‎ penetapan tersangka ini lewat proses penyelidikan pasca operasi tangkap tangan di NTB pada Senin kemarin. Dimana, berawal penyidik imigrasi klas I Mataram mengamankan dua Warga Negara Asing (WNA) dengan inisial BGW dan MK yang diduga menyalahkan izin tinggal.

Dimana mereka masuk ke Indonesia menggunakan visa sebagai turis biasa. Tapi ternyata kedua turis tersebut ternyata bekerja di Wyndham Sundancer Lombok.

"Itu mereka melanggar Pasal 122 Huruf a Undang Undang Nomor 6 tahun 2011 Temang Keimigrasian," katanya.

Selanjutnya, merespon penangkapan dua negara WNA tersebut, tersangka Liliana yang merupakan perwakilan manajemen perusahaan mencoba melakuoan negosiasi kepada petugas imigrasi kantor klas I Mataram agar tak memproses lebih lanjut dua WNA tersebut.

Namun, pihak Imigrasi Mataram bernama Yusriansyah selaku Kepala Seksi Intelijen tetap memproses dua WNA tersebut, dan mengirimkan Surat Perintah Dilakukan Penyidikan (SPDP) dan dikirimkan kepada Liliana aebagai oenanggung jawab yang memperkejakan dua WNA tersebut.

"Permintaan pengambilan SPDP ini diduga sebagai kode untuk menaikan harga untuk menghentikan kasus," terang Alexander.

Selanjutnya, Liliana pun menyiapkan uang sekitar Rp 300 juta. Namun, Yusriansyah menolak untuk menghentikan kasus tersebut. Lantaran uang tersebut terlalu sedikit.

"Itu LIL kemudian menawarkan uang sebesar Rp 300 juta untuk menghentlkan kasus tarsebut, YRI menolak karena jumlahnya sedikit," kata Marwata.

Yusriansyah pun sempat melaporkan ke atasannya yakni Kurniadi. Untuk membahas proses harga yang ditawarkan untuk pembebasan dua WNA tersebut.

"Selanjutnya, diduga terjadi pertemuan antara YRI dan LIL untuk kembali membahas negosiasi harga," ujar Marwata.

Sehingga, harga telah ditentukan untuk memberikan uang suap dalam pembebasan dua WNA tersebut dan cocok.

"Akhimya disepakati jumlah uang untuk mengurus perkara 2 WNA tersebut adalah Rp1,2 miliar,"  ungkap Marwata.

Sebelumnya, KPK melakukan penyidikan setelah mendapatkan laporan masyarakat pada Senin (27/5). Setelah melakukan penyedikan KPK melakukan OTT dan mengamankan sekitar 7 orang ditangkap. Namun, yang ditetapkan tersangka hanya 3 orang ditetapkan tersangka.

Sebagai pihak yang diduga penerima, KUR dan YRI disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsijuncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sebagai pihak yang diduga pemberi: LIL disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KEYWORD :

KPK OTT Imigrasi Pejabat NTB




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :