Selasa, 16/04/2024 16:08 WIB

AS Tolak Seruan Memerangi Ekstremisme di Media Sosial

Kampanye yang dipelopori Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern itu menyusul serangan mematikan di dua masjid di negaranya.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern melakukan perjalanan ke Paris untuk bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang upaya global untuk memerangi ekstremisme di media sosial Senin (13/5). (Foto: Julien De Rosa / EPA-EFE)

Washongton, Jurnas.com - Gedung Putih mengumumkan, tidak akan mendukung seruan memerangi ekstremisme di media sosial. Kampanye yang dipelopori Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern itu menyusul serangan mematikan di dua masjid di negaranya.

Gedung Putih menolak seruan yang dinamai Christchurch Call for Action, dengan alasan Amandemen Pertama. Sejumlah negara telah menandatangani seruan untuk mengoordinasikan upaya dalam membatasi konten ekstremis di media sosial.

Seruan dinamai kota terbesar di pulau selatan Selandia Baru, Christchurch, tempat seorang pria bersenjata melepaskan tembakan ke dua masjid yang menewaskan 50 orang.

Saat melakukan aksinya, pria menyiarkannya langsung di Facebook Live, mendorong jaringan media sosial untuk menghapus 1,5 juta salinan video dari platformnya selama sekitar 24 jam.

Kantor Putih Sains dan Teknologi Polisi Gedung Putih mengatakan, meskipun tidak mendukung seruan itu, namun berkomitmen untuk mendukung tujuan keseluruhannya.

"Kami berpendapat, alat terbaik untuk mengalahkan pidato teroris adalah pidato yang produktif. Dengan demikian kami menekankan pentingnya mempromosikan narasi alternatif yang kredibel sebagai sarana utama untuk mengalahkan pesan teroris," kata kantor tersebut.

"Kami mendorong perusahaan teknologi untuk menegakkan persyaratan layanan dan standar komunitas mereka yang melarang penggunaan platform mereka untuk tujuan teroris," sambungnya.

Pada Rabu (15/5) waktu setempat, Ardern berada di Prancis membahas upaya tersebut dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan para pemimpin dunia dan teknologi lainnya.

Ia mengatakan kepada CNN bahwa tidak percaya perusahaan teknologi ingin melihat platform mereka disalahgunakan seperti penembakan di Christchurch.

"Tetapi saya tidak berpikir itu cukup bagi kita untuk mengatakan, yah, dalam menerima bahwa kita semua menginginkan Internet yang terbuka dan bebas dan aman sehingga kita harus menerima bahwa kegiatan semacam ini akan terjadi sebagai produk sampingan," katanya.

"Tapi kita harus menempatkan pikiran kita secara kolektif pada solusi," sambungnya.

Sementara di hari yang sama, raksasa media sosial, Facebook mengumumkan bahwa pihaknya berencana menghabiskan USD7,5 juta untuk melakukan penelitian baru dalam memberantas terorisme di media sosial.

KEYWORD :

Media Sosial Amerika Serikat Selandia Baru Uni Eropa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :