Sabtu, 27/04/2024 05:07 WIB

Brunei Terapkan Hukum Mati Pelaku Homoseksual dan Zina

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet dalam sebuah pernyataan mendesak pemerintah Brunei agar menarik kembali KUHP yang baru dan kejam itu.

Bagi warga Iran yang ketahuan melakukan operasi plastik akan dihukum cambuk

Brunei, Jurnas.com - Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik undang-undang (UU) "kejam dan tidak manusiawi" yang mulai diberlakukan Brunei minggu ini. Dalam UU itu dijelaskan, pelaku perzinahan dan homoseksual akan dihukum mati dengan dirajam. Sementara palaku pencurian akan diamputasi.

Dilansir dari Al Jazeera, langkah-langkah kontroversial - bagian dari undang-undang hukum pidana baru yang akan dilaksanakan pada Rabu - telah menuai kecaman luas.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet dalam sebuah pernyataan mendesak pemerintah Brunei agar menarik kembali KUHP yang baru dan kejam itu. "UU menandai kemunduran serius bagi perlindungan HAM bagi rakyat Brunei jika diterapkan," katanya, Senin (1/4).

Negara yang menganut monarki absolut itu diperintah selama 51 tahun Sultan Hassanal Bolkiah, Brunei pertama kali mengumumkan hukum pidana baru pada 2013, tetapi implementasi penuhnya ditunda dalam menghadapi oposisi oleh kelompok HAM dan ketika para pejabat mengerjakan rincian praktisnya.

Bolkiah, yang kini berusia 72 tahun, adalah raja pemerintahan terpanjang kedua di dunia dan peringkat sebagai salah satu orang terkaya di dunia.

Undang-undang baru sebagian besar berlaku untuk Muslim, meskipun beberapa aspek juga akan berlaku untuk non-Muslim. UU ini menetapkan hukuman mati untuk sejumlah pelanggaran, termasuk pemerkosaan, perzinahan, sodomi, perampokan dan penghinaan atau pencemaran nama baik Nabi Muhammad.

UU ini juga akan memberlakukan cambuk publik bagi pekaku aborsi serta amputasi atas pencurian dan kriminalisasi yang mengekspos anak-anak Muslim pada kepercayaan dan praktik agama apa pun selain Islam.

Saat ini, hanya Arab Saudi, Iran, Mauritania dan Sudan yang memiliki UU yang menghukum mati pelaku homoseksualitas, meskipun hukuman mati semacam itu belum dilaksanakan dalam beberapa tahun terakhir, menurut juru bicara hak asasi manusia Ravina Shamdasani.

Dalam pernyataannya, Bachelet mendesak Brunei menegakkan tradisi panjang untuk tidak menerapkan undang-undang hukuman mati yang tetap ada dalam pembukuannya. Negara ini terakhir melakukan eksekusi pada tahun 1957.

"Pada kenyataannya, tidak ada peradilan di dunia yang dapat mengklaim bebas dari kesalahan, dan bukti menunjukkan hukuman mati diterapkan secara tidak proporsional terhadap orang-orang yang sudah rentan, dengan resiko tinggi keguguran keadilan. Saya mendesak Brunei mempertahankan de moratorium facto atas penggunaan hukuman mati," kata Bachelet.

Kepala hak-hak PBB juga memperingatkan bahwa UU baru itu dapat mendorong kekerasan dan diskriminasi berdasarkan gender, orientasi seksual dan afiliasi agama.

"Setiap undang-undang berbasis agama tidak boleh melanggar hak asasi manusia, termasuk hak-hak mereka yang termasuk dalam agama mayoritas serta minoritas agama dan non-Muslim," katanya.

KEYWORD :

Hukuman Mati Pelaku Homoseksual




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :