Sabtu, 20/04/2024 08:27 WIB

Kisah Abdul, Bocah yang Rela Merangkak dengan Tangan ke Sekolah

Setiap hari, ia harus melewati jalan yang curam dan permukaan berbatu dengan ransel yang diikat ke belakang dan tangannya menyelinap ke dalam sandal. Abdul tidak pernah membiarkan kondisinya menjadi hambatan baginya

Saat Abdul merangkak dengan tangan menuju ke sekolah (foto: CGTN)

Jurnas.com - Perjalanan Abdul Holik ke sekolah sama sekali tidak seperti biasa. Anak berusia delapan tahun itu lahir prematur dengan cacat fisik yang mengakibatkan kakinya cacat parah. Namun, antusiasmenya terhadap sekolah mengungguli keterbatasan fisiknya.

Setiap hari, ia harus melewati jalan yang curam dan permukaan berbatu dengan ransel yang diikat ke belakang dan tangannya menyelinap ke dalam sandal. Abdul tidak pernah membiarkan kondisinya menjadi hambatan baginya. Ibunya, Pipin, ingat ketika Abdul baru berusia tiga tahun dan memintanya untuk mengirimnya ke sekolah.

"Dia memberi tahu saya dia (Abdul) ingin belajar membaca dan menjadi seperti orang lain. Awalnya saya bingung karena saya tidak yakin sekolah mana yang akan menampung anak cacat," kata Pipin dikutip CGTN.

Kekhawatiran membuatnya terjaga hampir setiap malam. Butuh berminggu-minggu baginya untuk akhirnya menemukan sekolah yang menerima Abdul terlepas dari keterbatasannya. Sekolah itu terletak enam kilometer dari rumah mereka. Pada awalnya, Pipin berpikir mustahil bagi putranya untuk bersekolah karena tidak ada layanan bus di desa kecil mereka di Sukabumi, Jawa Barat.

Mereka perlahan mulai mengajar Abdul untuk berjalan dengan tangannya. Pada awalnya, Pipin akan menemani jalan Abdul ke sekolah setiap hari, tetapi sekarang ia cukup nyaman untuk menavigasi jalan berbatu sendiri.

Dari rumahnya di atas bukit ke sekolahnya, Abdul melintasi jalan curam setiap hari. Ketika musim hujan tiba, jalannya sangat licin dan berbahaya, yang berisiko bagi Adul. Pada hari-hari seperti itu, orang tuanya mencoba menggunakan ojek, alat transportasi umum di desa. Perjalanan satu kilometer berharga Rp7.000.

Pipin mengatakan itu tergantung pada apakah mereka punya uang cadangan. Jika tidak ada uang, Abdul melanjutkan penjelajahannya ke sekolah dengan tangan.

Di sekolah, kepala sekolah Abdul mengenang hari pertama ia menghadiri kelas. Epi Mulyadi melihat potensi besar yang dimiliki Abdul. Semangatnya untuk belajar membuat Edi memutuskan untuk segera mendaftarkannya di sekolahnya.

"Ketika Abdul mendaftar di sekolah, aku bisa tahu ibunya gelisah. Tapi aku meyakinkannya, tidak ada yang salah dengan Abdul selain dari cacat fisiknya. Kita melihat bahwa dia bisa mengikuti di kelas dengan baik dan dia tidak punya masalah bersosialisasi dengan teman-temannya," kata Epi.

Abdul saat ini berada di kelas tiga. Guru-gurunya menggambarkan dia sebagai anak dengan antusiasme dan ketekunan yang tinggi dalam pekerjaan sekolahnya. Epi juga mengatakan bahwa meskipun memiliki keterbatasan fisik, Abdul sangat aktif berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler, terutama dalam olahraga.

Bagi Abdul sendiri, mimpinya sederhana. Dia ingin berprestasi di sekolah sehingga dia dapat mencapai mimpinya untuk kuliah di kota besar.

"Impian saya adalah menjadi petugas pemadam kebakaran karena saya ingin membantu orang yang membutuhkan. Saya juga hanya ingin membuat orang tua saya bahagia," tutur Abdul.

Selain itu, ternyata ia memiliki cita-cita lain, yaitu menjadi dokter. Begitu juga jika Anda menjadi dokter, lanjutnya, tujuannya juga sama, untuk membantu orang lain, terutama mereka yang sedang mengalami rasa sakit.

Terlepas dari cacat fisiknya, Abdul terus berjuang untuk mimpinya dengan menjadi anak yang aktif dan antusias di sekolah. Semangatnya untuk hidup dan belajar telah memberinya kesempatan untuk melangkah lebih jauh dan sistem pendukungnya membantu mendorongnya lebih jauh ke masa depannya yang cerah. 

KEYWORD :

Abdul Kholik Bocah Cacat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :