Selasa, 23/04/2024 15:08 WIB

Akses Layanan Kesehatan Ginjal Belum Merata

Pencegahan penyakit ginjal memiliki arti penting untuk menekan pengidap yang meningkat tiap tahunnya.

BPJS sebagai salah satu layanan fasilitas kesehatan

Jakarta, Jurnas.com - Hari Ginjal Sedunia (World Kidney Day) kembali diperingati di seluruh dunia dengan mengusung tema “Kidney Health for Everyone Everywhere” atau “Ginjal sehat untuk setiap orang dimana saja”.

Seruan untuk meningkatkan kesehatan ginjal bagi siapa saja dan dimana saja ini juga dilakukan di Indonesia, kali ini menitikberatkan pada pencegahan penyakit serta meningkatkan akses untuk layanan kesehatan ginjal.

Pencegahan penyakit ginjal memiliki arti penting untuk menekan insiden penyakit ini yang meningkat tiap tahunnya. Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan persentase penyakit ginjal kronis (PGK) masih tinggi yaitu sebesar 3,8 persen, dengan kenaikan sebesar 1,8 perswn dari tahun 2013.

Beban negara akibat PGK pun amat besar, data Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) di tahun 2017 tercatat 3.657.691 prosedur dialisis dengan total biaya sebesar 3,1 Triliun rupiah.

Akses layanan yang belum merata di seluruh Indonesia juga menjadi salah satu permasalahan utama dalam penanggulangan PGK. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian dari berbagai pihak, baik pemerintah, sektor swasta,dan peran serta seluruh masyarakat.

Hal ini seiring dengan fakta yang terjadi di dunia saat ini, yaitu meskipun kebijakan dan strategi nasional untuk Penyakit Tidak Menular (PTM) atau Non-Communicable Diseases (NCD) secara umum ada di banyak negara, kebijakan spesifik yang diarahkan pada skrining, pencegahan dan pengobatan penyakit ginjal masih dirasakan kurang memadai.

Ketua Umum PB Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH mengatakan saat ini diperkirakan sekitar 10 persen penduduk dunia menderita PGK.

Prevalensi PGK cenderung lebih tinggi di negara berkembang. Di Asia Tenggara, prevalensi PGK sangat beragam, antara lain di Malaysia sekitar 9,1 persen, di Thailand 16,3 persen. Angka ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan Prodjosudjadi W. dimana prevalensi PGK di Indonesia saat itu adalah 12,5 persen.

Sehingga perkiraan kejadian PGK saat ini mungkin jauh lebih tinggi dari data Riskesdas 2018. PGK dapat berkembang menjadi suatu gagal ginjal tahap akhir jika tidak tertangani dengan baik, dan menyebabkan berbagai komplikasi bahkan kematian.

"Jika seseorang memasuki stadium akhir dari penyakit ginjalnya, maka ia akan membutuhkan suatu terapi pengganti ginjal diantaranya hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal," ujarnya dalam konferensi pers peringatan Hari Ginjal Dunia di Jakarta, Rabu (13/3).

Data Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2017, menunjukkan jumlah pasien aktif yang menjalani hemodialisis sebanyak 77,892 orang, sementara pasien baru adalah 30,843 orang, 59 persen diantaranya mengenai usia produktif 45-64 tahun.

Dampak ekonomi yang ditimbulkan demikian besar. Pada tahun 2017 JKN menghabiskan dana sebanyak 2,2 triliun rupiah untuk pasien gagal ginjal, merupakan pengeluaran nomor tiga tertinggi setelah penyakit jantung dan kanker.

“Masih banyak tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan akses layanan kesehatan ginjal yang merata di seluruh Indonesia. Letak geografis Indonesia yang terdiri dari negara kepulauan, keterbatasan sarana transportasi, jumlah dokter spesialis ginjal dan perawat ginjal yang masih kurang merupakan tantangan tersendiri agar tercapai pelayanan untuk siapa saja dan dimana saja di seluruh negara Indonesia," ujarnya.

KEYWORD :

Layanan Kesehatan Ginjal Kronis




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :