Sabtu, 20/04/2024 16:18 WIB

Pasangan ISIS yang Ditolak di Inggris Ingin Menetap di Belanda

Warga negara Belanda Yago Riedijk (27) dan Begum menikah setelah menyelinap ke wilayah yang dikuasai Islamic State Iraq and Syria (ISIS) di Suriah.

Shamima Begum dan dua teman sekolahnya terbang ke Istanbul pada 2015 untuk menyeberangi perbatasan ke Suriah (Foto: Laura Lean/Getty Image)

Jurnas.com - Suami Shamima Begum, yang meninggalkan Inggris untuk bergabung dengan kelompok bersenjata di Suriah, mengatakan ingin kembali ke Belanda bersama dengan putra mereka yang baru lahir.

Warga negara Belanda Yago Riedijk (27) dan Begum menikah setelah menyelinap ke wilayah yang dikuasai Islamic State Iraq and Syria (ISIS) di Suriah utara melalui Turki pada 2015.

Dalam sebuah wawancara dengan BBC, yang disiarkan, Minggu (3/3), Riedijk mengatakan menolak jadi ISIS dan mencoba kabur setelah kelompok itu menyiksanya karena dituding sebagai mata-mata Belanda.

Saat ini, ia ditahan di pusat penahanan Kurdi di Suriah utara dan menghadapi hukuman penjara enam tahun jika ia kembali ke Belanda bersama tahanan organisasi teror lainnya.

Dalam wawancara, Riedijk ditanya mengapa dia menikahi seorang gadis berusia 15 tahun, ketika dia berusia 23 tahun.

"Sejujurnya, ketika teman saya datang dan mengatakan ada seorang gadis yang tertarik pada pernikahan, saya tidak begitu tertarik karena usianya, tetapi saya tetap menerima tawaran itu," katanya kepada BBC.

"Itu pilihannya sendiri. Dia meminta untuk mencari pasangan untuknya, dan aku diundang ... dia masih sangat muda, mungkin akan lebih baik baginya untuk menunggu sebentar. Tapi dia tidak, dia memilih untuk menikah dan saya memilih untuk menikahinya," sambungnya.

Bulan lalu, ayah Begum bersikeras dalam wawancara dengan kantor berita AFP bahwa Inggris harus mengambil putrinya kembali sebelum memutuskan hukuman apa pun.

Begum, yang melahirkan bulan ini di sebuah kamp pengungsi di Suriah, mengatakan dia ingin pulang , tetapi pemerintah Inggris memutuskan untuk mencabut kewarganegaraannya, menyebutnya sebagai ancaman keamanan.

Ayahnya, Ahmed Ali, mengatakan bahwa meskipun putrinya melakukan kesalahan, Inggris berkewajiban untuk membiarkannya kembali terlebih dahulu.

"Pemerintah Inggris harus membawanya kembali karena dia adalah warga negara Inggris," kata Ali, yang telah mengikuti penderitaan Begum dari sebuah desa terpencil di timur laut Bangladesh.

"Jika dia telah melakukan kejahatan apa pun, mereka harus membawanya kembali ke London, ke negaranya, dan menghukumnya di sana," sambungnya.

Begum meninggalkan Inggris ke Suriah dengan dua teman sekolahnya pada tahun 2015, ketika dia baru berusia 15 tahun, dan kasusnya telah menyebabkan perpecahan politik di Inggris.

Ali, yang tinggal bersama istri keduanya di desa Daorai di distrik Sunamganj, mengatakan dia merasa kasihan pada putrinya dan percaya dia mungkin telah dicuci otak untuk bergabung dengan ISIL.

"Itu pasti kesalahan bergabung dengan ISIS. Mungkin itu karena dia masih kecil. Dia mungkin tidak pergi ke sana (Suriah) dengan sukarela. Dia mungkin telah keliru oleh orang lain," katanya.

Ali terakhir melihat putrinya di Inggris hanya dua bulan sebelum dia melarikan diri ke Suriah bersama Kadiza Sultana dan Amira Abase pada Maret 2015.

Dia menyoroti bagaimana pemerintah Bangladesh menyatakan bahwa Begum tidak akan diizinkan masuk ke negara itu.

Pemerintah Inggris dilaporkan percaya bahwa Begum berhak untuk mengklaim kewarganegaraan Bangladesh, meskipun hal ini diperdebatkan oleh negara Asia Selatan.

"Dia tidak bisa datang ke Bangladesh karena dia bukan warga negara ini," kata Ali.

Tasnime Akunjee, seorang pengacara untuk keluarga Begum, sebelumnya mengatakan remaja itu lahir di Inggris dan tidak pernah memiliki paspor Bangladesh.

KEYWORD :

Pasutri ISIS Shamima Begum Uni Eropa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :