Kamis, 25/04/2024 23:31 WIB

Pengamat: Tak Elok Paksa Siswa Sekolah Dekat Rumah

Misi pemerataan kualitas pendidikan bukan berarti dengan memaksa anak bersekolah dekat dengan rumahnya.

Ilustrasi masuk sekolah (Foto: ctaagency)

Jakarta – Sistem zonasi yang diterapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) terus menuai kritik. Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto menilai, misi pemerataan kualitas pendidikan bukan berarti dengan memaksa anak bersekolah dekat dengan rumahnya.

“Tidak elok memaksa-maksa siswa sekolah yang tidak dia inginkan hanya karena dekat dengan rumahnya,” kata Budi saat dihubungi Jurnas.com pada Kamis (20/9).

Menurut Budi, persoalan yang harus diselesaikan pemerintah justru distribusi siswa dan guru yang tidak merata. Baik sebelum maupun setelah diterapkan zonasi, kasus kekurangan siswa di sekolah negeri juga swasta sudah banyak ditemui, akibat cash flow negatif.

“Sekolah swasta juga tidak sedikit yang tutup karena kekurangan siswa. Contohnya grup sekolah di BOPKRI di Yogyakarta, grup Taman Siswa, grup Kanisius, grup Yos Sudarso, dan beberapa sekolah megap-megap setiap tahun,” jelas Budi.

Sebaran tempat tinggal guru dan siswa pun harusnya juga menjadi perhatian pemerintah. Di beberapa daerah, lokasi sekolah berada jauh dari pemukiman.

Sebaliknya, di tempat lain jumlah sekolah terlampau sedikit untuk menampung seluruh siswa yang berada di dalam zonasi, sehingga rentan mengalami kelebihan siswa.

“Siapa guru yang tinggal di Menteng, Blok M, dan daerah elit seperti Pondok Indah?” tanya Budi.

“Sedangkan anak usia sekolah kebanyakan tinggal di pinggiran seperti Bekasi, Tangerang, dan Cengkareng,” lanjutnya.

KEYWORD :

Pendidikan Zonasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :