Marlen Sitompul | Senin, 03/09/2018 19:24 WIB
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Partai Golkar bisa dijerat sebagai tersangka jika terbukti turut menerima hasil uang dari hasil suap PLTU Riau-1.
Demikian disampaikan Wakil Ketua
KPK Basaria Panjaitan, di Gedung
KPK, Jakarta, Senin (3/9). Menurutnya, jika benar ada aliran dana ke Munaslub Golkar sebagaimana disampaikan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih (EMS), maka bisa ditetapkan sebagai tersangka.
"(Partai Golkar) Itu bisa (ditetapkan sebagai tersangka korporasi)," kata Basaria, di Gedung
KPK, Jakarta, Senin (3/9).
Kata Basaria, hingga saat ini penyidik
KPK masih terus menyelidikan terkait aliran dana dari hasil suap
PLTU Riau-1. Termasuk aliran dana ke Munaslub Partai Golkar.
"Kalau itu bisa kita buktikan, tapi itu masih dikembangkan," terangnya.
Dalam kasus dugaan suap proyek
PLTU Riau-1, diduga ada uang suap yang diterima Eni Maulani Saragih mengalir ke Golkar saat menggelar acara Munaslub pada pertengahan Desember 2017 lalu.
Eni mengaku, uang senilai Rp2 miliar yang diterima dirinya dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo, digunakan untuk keperluan Munaslub Golkar pada Desember 2017 lalu.
Sementara itu, Wakil Ketua
KPK Laode M Syarif mengaku masih terjadi perdebatan untuk menjerat sebuah organisasi di luar korporasi menjadi tersangka korupsi. Menurutnya, muncul pertanyaan apakah penetapan tersangka korupsi berlaku pada organisasi publik, seperti partai politik.
"Itu belum semuanya sama persepsinya, oleh karena itu
KPK harus mengkaji lebih dalam lagi," kata Syarif beberapa hari lalu.
Syarif mengatakan
KPK harus mempelajari lebih lanjut dan mengundang sejumlah pakar hukum terkait penggunaan Perma Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, terhadap partai politik.
"Berdiskusi apakah tanggung jawab pidana korporasi bisa juga dikenakan terhadap partai politik," tuturnya.
KEYWORD :
KPK PLTU Riau Dirut PLN Idrus Marham