Kamis, 25/04/2024 19:06 WIB

Jadi Importir Tunggal Jagung Pakan, Bulog Dinilai Tak Efektif

Badan pangan pemerintah ini menjadi satu-satunya pihak yang berwenang untuk melakukan impor jagung untuk kebutuhan pakan ternak.

Ilustrasi jagung

Jakarta - Berlakunya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 21 tahun 2018 memberikan wewenang kepada Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menjadi pengimpor jagung untuk pakan ternak.

Badan pangan pemerintah ini menjadi satu-satunya pihak yang berwenang untuk melakukan impor jagung untuk kebutuhan pakan ternak.
Sedangkan pihak swasta hanya diperbolehkan untuk impor jagung bagi kebutuhan konsumsi dan industri lainnya.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Imelda Freddy mengatakan, peran Bulog sebagai importir tunggal untuk jagung pakan ternak tidak efektif.

Ada beberapa hal yang menjadi alasan. Pertama, Buog tidak bisa menjalankan perannya sebagai stabilisator karena tidak mampu menentukan timing yang tepat untuk impor.

"Kalau melihat dari sejarah kinerja Bulog, maka Bulog belum dapat mencapai target ini karena Bulog melakukan impor jagung ketika harga jagung internasional sedang tinggi," ujarnya.

Pada Oktober 2017, Bulog melakukan impor jagung sebesar 200.000 ton dengan harga Rp. 1.982.946 per ton. Harga ini lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya (September) yaitu Rp. 1.948.244 per ton.

Kalau Bulog dapat mengimpor pada bulan September 2017, maka pemerintah dapat menghemat dana sebesar lebih dari Rp 6 miliar,” ungkap Imelda.

Alasan berikutnya adalah kinerja Bulog tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik. Kondisi ini jelas berpengaruh pada pemberian rekomendasi impor serta waktu Bulog dapat melaksanakan impor jagung.

Dilaporkan bahwa pada bulan November 2017, terdapat 30.406 ton jagung impor yang belum dapat didistribusikan oleh Bulog. Distribusi jagung yang lambat bisa terjadi karena waktu impor yang tidak tepat.

Misalnya saja, saat Bulog mendatangkan jagung impor ke Indonesia, petani jagung Tanah Air sedang dalam masa panen raya. Saat panen raya, suplai jagung melimpah dan harga jagung domestik sedikit lebih murah ketimbang harga jagung internasional.

Selain itu, Bulog belum memiliki rancangan yang matang dalam penentuan distribusi jagung. Hal ini dapat dilihat dari kejadian pada tahun 2016, saat Bulog mendistribusikan suplai jagung ke empat kota di Indonesia: Jakarta, Surabaya, Medan dan Lampung.

Dari ke empat kota ini, Jakarta mendapat jatah suplai jagung paling banyak yang itu sebesar 100.000 ton jagung.

“Namun pengalokasian jagung di Jakarta dalam jumlah besar ini tidak tepat karena pada Januari 2017 dilaporkan persediaan jagung di gudang Bulog di Jakarta masih tersisa 80.000 ton. Jumlah ini menunjukkan jumlah jagung yang terserap hanya sebesar 20.000 ton saja,” jelasnya.

Padahal kalau saat itu suplai jagung langsung didistribusikan kepada pengusaha pakan ternak pasti jagung nya akan langsung terserap. Kalau Bulog menyadari bahwa pabrik pakan ternak di Jakarta jumlahnya sedikit, maka rendahnya penyerapan jagung ini dapat terhindarkan.

Untuk itu, Imelda menyarankan supaya Bulog tidak hanya menjadi satu-satunya pengimpor jagung untuk pakan ternak.

Selain karena terbentur oleh hal-hal yang tadi sudah dijelaskan, adanya pihak lain yang mengimpor diharapkan dapat memberikan pilihan kepada pasar dan menghindarkan pasar dari kompetisi yang tidak sehat.

KEYWORD :

Bulog Importir Jagung Pakan Ternak CIPS




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :