
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini (16/7) sedang "mengacak-acak" kantor pusat Perusahaan Listrik Negara (PLN) di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan. Anti rasuah ini mencari bukti dugaan keterlibatan perusahaan strum itu pada kasus proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.
Sebelumnya, KPK geledah rumah beralamat di Jalan Taman Bendungan Jatiluhur II Nomor 3 , Bendungan Hilir, Jakarta Pusat. Pemiliknya bukan orang sembarangan; Sofyan Basir. Adalah Direktur Utama Pembangkit Listrik Negara alias PLN. Sebelum jabatan itu, dia Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia (BRI). Di rumah itu, KPK memboyong sejumlah dokumen terkait proyek PLTU dan rekaman CCTV. "Kami akan pelajari lebih lanjut hasil dari penyitaan itu. Jika dibutuhkan klarifikasi lebih lanjut kita panggil saksi-saksi," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin (16/7/2018).Namun bagi Jumadis Abda, Ketua Umum Serikat Pekerja (SP) PLN, terkuaknya kasus ini bagaikan berkah yang sudah lama ditunggu. Karena, sudah lama sampaikan kepada jajaran PLN terkait kelemahan kinerja, tapi mereka abaikan. "Saya sebenarnya sudah dipecat bulan ini, karena dianggap menentang PLN. Padahal justru kami inginkan PLN berpihak kepada rakyat. Tidak dibodohi," ujarnya.Baca juga.. :
Untuk proyek IPP itu, seluruh proyek yang dibangun milik PLN maupun swasta harus tertuang dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Untuk mendapatkan RUPTL yang dibuatkan oleh PLN, harus mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen-ESDM). "Jadi sebenarnya tidak mudah mendapatan proyek pembangkit listrik," ujarnya. Setelah RUPTL disetujui oleh Kemen-ESDM, selanjutnya seluruh proyek IPP dapat dibangun oleh swasta dengan dikeluarkannya PPA (Power Purchase Agreements). Artinya, PLN setuju akan membeli listrik dari pembangkit swasta tersebut. "Karena akan rugi besar apabila tidak dibeli oleh PLN, karena swasta belum diizinkan menjual listrik secara bebas ke masyarakat," tuturnya.