Eka Wahyu Pramita | Minggu, 15/07/2018 21:01 WIB
Ilustrasi pernikahan (Foto: Google)
Jakarta - Satu lagi perkawinan usia anak kembali terjadi. Beredar melalui foto dan video di media sosial, kejadian ini memancing banyak respon masyarakat.
Sebelumnya diberitakan, mempelai pria (A) yang diketahui baru berusia 13 tahun dan mempelai perempuan (I) berusia 14 tahun warga Binuang, Kalimantan Selatan, melangsungkan perkawinan secara siri, atau tidak melalui KUA setempat.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (PPPA)
Yohana Yembise sangat menyayangkan perkawinan anak yang kali ini terjadi di Desa Tungkap, Kecamatan Binuang, Kabupaten
Tapin, Kalimantan Selatan.
“Kita tidak boleh mentolerir dan harus menolak perkawinan usia anak, karena bukan merupakan kepentingan terbaik bagi anak”, tegas Yohana.
Pada kasus A dan I yang terlanjur melakukan perkawinan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KemenPPPA) telah melakukan pendampingan serta upaya persuasif agar setidaknya pasangan ini menunda kehamilan terlebih dahulu.
Upaya ini dilakukan hingga kondisi fisik, terutama alat reproduksi dan kematangan emosional mereka sudah siap untuk mempunyai anak, karena secara psikologis usia anak belum matang untuk membangun keluarga.
“Pemerintah meminta komitmen para pemimpin daerah serta peran para tokoh masyarakat, agama dan masyarakat pada umumnya, untuk turut mencegah perkawinan anak terjadi,” terang Yohana.
Menteri Yohana menyebutkan, Kementerian juga akan mengupayakan pendampingan dan pemantauan terhadap pasangan tersebut, untuk mencegah kemungkinan kekerasan dalam rumah tangga atau perceraian.
Selain itu, memastikan hak-hak anak tetap terpenuhi seperti pendidikan dan kesehatan, serta tidak melakukan perkawinan yang diakui negara hingga usianya telah siap sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku.
“Masyarakat perlu disadarkan akan resiko yang akan dihadapi anak bila mengalami perkawinan anak. Adapun resiko tersebut antara lain melahirkan anak stunting, ketidakstabilan ekonomi, putus sekolah, rentan kekerasan dalam rumah tangga, perceraian hingga bahaya kematian pada ibu yang melahirkan terlalu muda,” jelas Yohana.
Yohana menambahkan, KemenPPPA terus mendorong revisi Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, agar menaikkan usia perkawinan minimal 20 tahun untuk anak perempuan dan 22 tahun untuk anak laki-laki. Ketentuan batas minimal usia perkawinan harus dinaikkan untuk mencegah perkawinan anak terus terjadi.
KEYWORD :
Perkawinan Anak Yohana Yembise Tapin