Jum'at, 26/04/2024 21:11 WIB

Regulasi Era Digital Belum Menjamin Perlindungan Konsumen

Era digitalisasi ekonomi tidak didukung dengan regulasi dan kebijakan yang kuat untuk melindungi konsumen.

Foto ilustrasi konsumen

Jakarta - Hari ini, Kamis (15/3) di seluruh dunia diperingati sebagai World Consumer Right Day (WCRD), atau Hari Hak Konsumen se-Dunia. Secara serentak peringatan dilakukan di 120 negara di dunia, yang merupakan anggota Consumer Internasional (CI), yang bermarkas di London.

Bersama 255 lembaga konsumen di dunia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah satu-satunya lembaga konsumen di Indonesia yang menjadi anggota penuh (full member) CI sejak 1974.

Tema peringatan WCRD pada 2018 adalah Fairer Digital Market Places atau Pasar Digital yang Adil. Pasar digital yang adil bagi konsumen adalah terwujudnya regulasi dan kebijakan yang adil untuk melindungi hak-hak konsumen. Dalam konteks WCRD dan aktualitas yang terjadi di Indonesia, apakah pasar digital yang adil bagi konsumen sudah bisa diwujudkan?

Pemerintah memang begitu getol mendorong dan mempromosikan terwujudnya ekonomi digital. Promosi dan dorongan pemerintah untuk mewujudkan ekonomi digital bisa dipahami. Mengingat, begitu tingginya pengguna internet di Indonesia, lebih dari 135 juta orang. Dan faktanya masyarakat Indonesia begitu gandrung dengan media sosial.  Kontribusi transaksi ekonomi digital pun terus naik, walau baru sekitar 2,1 persen dari total transaksi di sektor retail.

Namun sayangnya, menurut Ketua YLKI Tulus Abadi, di era digitalisasi ekonomi tidak didukung dengan regulasi dan kebijakan yang kuat untuk melindungi konsumen.

"Terbukti masih sangat tingginya pengaduan konsumen di YLKI yang terkait dengan dimensi ekonomi digital seperti belanja online (e-commerse) dan juga transportasi online. Dari 642 pengaduan konsumen di YLKI (2017) prosentase tertinggi adalah pengaduan masalah belanja elektronik, sebesar 16 persen," paparnya.

Padahal, lanjut Tulus, tiga tahun sebelumnya pengaduan masalah belanja elektronik masih minim. Apalagi saat ini Bank Indonesia getol mendorong implementasi uang elektronik. Terhadap uang elektronik nyaris tidak ada perlindungan bagi konsumen, terutama jika uang elektronik tersebut hilang.

Hal yang juga menjadi permasalahan mendasar dalam belanja online adalah masalah perlindungan data pribadi. Sampai detik ini tidak ada pihak yang bisa menjamin adanya keamanan perlindungan data pribadi dalam belanja online, termasuk dalam transportasi online. Mengingat Indonesia belum mempunyai UU Perlindungan data pribadi. Termasuk kebijakan pemerintah dalam registrasi kartu prabayar juga ternyata sangat rawan adanya kebocoran data pribadi milik konsumen.

Dengan era digitalisasi ekonomi yang terus menanjak, sangat ironis jika pemerintah belum membackup dengan regulasi yang kuat untuk melindungi konsumen. Sangat mendesak untuk segera mempercepat pembahasan dan pengesahan RPP Belanja Online dan juga RUU Perlindungan Data Pribadi.

"Tanpa regulasi dan kebijakan yang kuat untuk melindungi konsumen, era ekonomi digital justru akan menjadi bumerang bagi konsumen. Dan ini mencerminkan kondisi yang tidak fair, tidak adil bagi konsumen," ucapnya.

KEYWORD :

YLKI Tulus Abadi World Consumer Right Day




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :