Jum'at, 26/04/2024 04:26 WIB

Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Menuju Standar Nasional Keolahragaan

Harus diakui cukup banyak prestasi ditorehkan oleh putra daerah di beberapa cabang atau nomor.

Prof. Dr. Hari A. Rachman (kedua dari kanan) saat kegiatan penyusunan pedoman sistem manajemen mutu yang digelar BSANK.

Penulis: Prof. Dr. Hari A. Rachman*

Dewasa ini peran olahraga makin penting dan strategis dalam kehidupan era global yang penuh perubahan, persaingan dan kompleksitas. Hal tersebut menyangkut pembentukan watak dan kepribadian bangsa serta upaya pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang berkesinambungan. Olahraga telah terdapat berbagai bentuk di dalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun.

Olahraga dapat dilakukan sebagai latihan, pendidikan, hiburan, rekreasi, prestasi, profesi, politik, bisnis, industri dan berbagai aspek lain dalam kebudayaan manusia. Bagi suatu negara, olahraga telah terdapat dalam berbagai bentuk di dalam semua kebudayaan yang paling tua sekalipun. Olahraga juga merupakan sarana yang efektif dan efisien untuk meningkatkan disiplin dan tanggung jawab, kreativitas dan daya inovasi, serta mengembangkan kecerdasan. Hal itu telah dibuktikan dalam berbagai penelitian yang dilakukan oleh para ahli.

Ada beberapa tantangan makro pembangunan olahraga sekarang dan masa depan yang perlu disikapi oleh pusat maupun daerah. Tantangan itu meliputi tingginya tuntutan publik terhadap prestasi seiring dengan makin merosotnya prestasi olahraga secara nasional; menjadikan olahraga sebagai instrumen pembangunan yang harus mengarah pada hasil pembangunan yang lebih meluas; dan penguatan desentralisasi pembangunan olahraga.

Harus diakui cukup banyak prestasi ditorehkan oleh putra daerah di beberapa cabang atau nomor. Namun usaha perbaikan prestasi di masa depan harus makin terbangun atas kesadaran masyarakat yang makin kritis dan cerdas melihat ketidaksepadanan antara potensi keolahragaan yang tersedia dan capaian prestasi.

Secara substansial timbul pertanyaan besar terkait berbagai persoalan mengenai ketidaksepadanan antara potensi keolahragan yang tersedia dengan capaian prestasi yang terkait dengan materi pengaturan pembangunan olahraga. Sekadar pembanding, UU SKN mengandung 20 materi pengaturan, yang lebih terjabarkan dalam tiga peraturan pemerintah, yakni PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Olahraga; PP Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga; dan PP Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Olahraga. Ke-20 materi pengaturan itu tentunya merupakan entry point yang harus terakomodasi dalam substansi materi pengaturan pembangunan olahraga.

Pihak yang berkompeten dalam penyusunan peraturan olahraga, tentu lebih memilih fokus pada pencermatan pasal-pasal krusial UU SKN. Beberapa pasal krusial yang memiliki relevansi tinggi dengan substansi yang diakomodasi dalam pengaturan olahraga pasti akan lebih menukik pada persoalan pengelolaan. Dengan demikian setidaknya ada empat pasal krusial yang nantinya perlu diolah atau digodok, yakni Pasal 33, Pasal 34 Ayat 1, Pasal 34 Ayat 2, dan Pasal 40.

Pasal 33 menjelaskan tentang kewenangan pemprov dalam pengelolaan keolahragaan. Pemprov  melaksanakan kebijakan keolahragaan, perencanaan, koordinasi, pembinaan, pengembangan, penerapan standardisasi, penggalangan sumber daya, dan pengawasan.

Pasal 34 Ayat 1 menjelaskan bahwa, “Pemerintah kabupaten/kota melaksanakan perencanaan, pembinaan, pengembangan, penerapan standardisasi, penggalangan sumber daya, dan pengawasan”.

Sementara Pasal 34 Ayat 2 berisi tentang, ’’Pemerintah kabupaten/kota wajib mengelola sekurang-kurangnya satu cabang olahraga unggulan yang bertaraf nasional dan/atau internasional’’. Pasal  krusial terkait dengan kepengurusan olahraga prestasi di kabupaten/kota terutama diatur dalam Pasal 40 yang menegaskan bahwa,’’ Pengurus komite olahraga nasional, komite olahraga provinsi, komite olahraga kabupaten/kota bersifat mandiri, dan tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik’’.

Dari ketiga pasal tersebut terdapat satu tugas yang sama bagi pemerintah pusat maupun daerah yaitu penerapan standardisasi yang wajib dilaksanakan dalam membangun keolahragaan. Penerapan standard tersebut telah ditegaskan sebagaimana Pasal 84 dan 85 PP Nomor 16 Tahun 2007 tentang penyelenggaraan kegiatan olahraga, yang intinya meliputi indikator ketercukupan ruang publik untuk olahraga, tempat fasilitas khusus olahraga, tenaga keolahragaan, partisipasi masyarakat dalam berolahraga, dan kualitas kebugaran jasmani masyarakat namun demikian standarnya sendiri belum tersusun sebagai regulasi yang dapat dijadikan acuan.

Regulasi tersebut tidak bisa bersifat tunggal karena pengelolaan keolahragaan mengacu pada pencermatan UU lain yang punya keterkaitan dengan keolahragaan. Produk hukum itu terutama UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dan UU Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

Sejalan dengan itu bahwa Kebijakan Standar Pelayanan Minimal pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada pasal 11 ayat (4) UU No. 32/2004 yang menyatakan bahwa “penyelenggaraan urusan yang bersifat wajib yang berpedoman pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah”. Sebagai bentuk tindak lanjut kebijakan Standar Pelayanan Minimal adalah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tertanggal 28 Desember 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal yang kemudian ditindak lanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penetapan Standar Pelayanan Minimal tertanggal 7 Februari 2007.

Untuk menjamin keterlaksanaan penerapan standar sesuai dengan regulasi seperti telah diuraikan di atas diperlukan suatu standard yaitu standar pelayanan minimal (SPM) Olahraga yang disusun, diterapkan dan diawasi penerapannya oleh pemerintah pusat meupun pemerintah daerah sesuai dengan amanat undang-undang seperti telah diuraikan di atas. Indikator-indikator SPM Olahraga akan menjadi fondasi kuat dalam menopang keunggulan pilar olahraga prestasi secara simultan. Selanjutnya, semua bergantung pada sinkronisasi eksekutif pemprov/pemkot/pemkab dan mekanisme hak inisiatif DPR untuk secara sungguh-sungguh melangkah kongkret menuju standar nasional keolahragaan.

SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar olahraga yang merupakan urusan wajib pemerintah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sedangkan Pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan. Dalam hal ini SPM Olahraga diharapkan telah terpenuhi pada tahun 2025. Artinya selama 8 tahun ke depan Pemerintah harus menyelenggarakan pelayanan minimal olahraga diseluruh wilayah Indonesia.

Dalam pelaksanaannya, SPM Olahraga menjadi acuan bagi Pemerintah, pemerintah daerah, lembaga, dan organisasi keolahragaan dalam memberikan pelayanan olahraga yang berkualitas dan bertujuan untuk menjamin mutu penyelenggaran, pembinaan, dan pengembangan olahraga di seluruh Indonesia. SPM Olahraga  dilaksanakan Gubernur, Bupati, dan Walikota melalui satuan kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan keolahragaan, lembaga, dan  organisasi keolahragaan, dan dilaksanakan berdasarkan petunjuk teknis yang ditetapkan dengan peraturan Deputi Menteri yang menyelenggarakan  urusan keolahragaan.

Hal yang paling penting adalah bahwa SPM Olahraga merupakan sasaran antara menuju Standar Nasional Keolahragaan. Pada UURI Nomor 03 tahun 2005 tentang Sistem keolahragaan Nasional, pada Pasal 81 ayat (1) dinyatakan bahwa “Standar nasional keolahragaan meliputi: standar kompetensi tenaga keolahragaan, standar isi program penataran/pelatihan tenaga keolahragaan, standar prasarana dan sarana, standar pengelolaan organisasi keolahragaan, standar penyelenggaraan keolahragaan, dan standar pelayanan minimal keolahragaan”. Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa standar nasional keolahragaan tidak akan tercapai manakala standar pelayanan minimal olahraga belum terpenuhi.

Selanjutnya pada pasal (2) dinyatakan bahwa Standar nasional keolahragaan digunakan sebagai acuan pengembangan keolahragaan nasional. Hal ini menyatakan dengan jelas bahwa Standar Nasional Keolahragaan harus ditempatkan pada prioritas utama pengembangan dan pembinaan olahraga karena perannya yang sangat penting. Sehingga tujuan pembangunan olahraga di ketiga pilarnya akan tercapai secara efektif dan efisien. Dan hal tersebut yang kemudian menjadi pijakan perlunya disusun Pedoman Standardisasi Nasional Keolahragaan yang merupakan satu kesatuan dengan standar nasional keolahragaan seperti diamanatkan pada pasal 86 UU nomor 3 tahun 2005 tentang system keolahragaan nasional.

Di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang ada, penerapan standar secara nasional dilakukan oleh sebuah badan yang bertanggungjawab terhadap menteri yang membidangi olahraga yaitu Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan (BSANK), yang dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 11 tahun 2014 Tentang Susunan, Kedudukan dan Tata Kerja Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan. Untuk melengkapi badan ini diangkat 9 anggota BSANK melalui Keputusan Presiden Nomor 170/M tahun 2015.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007, Berkaitan dengan penyusunan SPM Olahraga, BSANK berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait dalam memantau dan melaporkan pencapaian Standar Nasional Keolahragaan kepada Menteri, dalam arti penyusunan SPM Olahraga dapat dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang dalam pelaksanaannya berkoordinasi dengan BSANK sebagai otoritas yang bertugas menyusun Standar Nasional Keolahragaan dan Pedoman Standardisasi Keolahragaan Nasional sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang undangan dan ketentuan federasi organisasi olahraga internasional.

Sebagai bagian dari satu kebijakan nasional, SPM Olahraga diharapkan dapat diwujudkan secara nyata di daerah, sehingga dengan demikian pemerintah pada saatnya akan dapat menginformasikan ke berbagai pihak termasuk kenegara lain mengenai status olahraga Indonesia dan status lainya terkait dengan Standar nasional Keolahragaan.

*Anggota Badan Standardisasi dan Akreditasi Nasional Keolahragaan/BSANK).

KEYWORD :

Inforial BSANK standarisasi olahraga




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :