Sabtu, 27/04/2024 04:31 WIB

Ketika Anak Mengeluh Soal Batas Usia Perkawinan

Di Soe, Nusa Tenggara Timur (NTT), angka perkawinan usia anak masih terbilang tinggi

Ilustrasi anak-anak

Kupang – Sarah Wilhelmina Lenggu (17) memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh Plan International Indonesia saat menjadi Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Sehari. Ia bersama 11 rekannya mengusulkan berbagai gagasan tentang upaya pencegahan perkawinan usia anak, hingga penetapan batas minimal usia perkawinan.

Sarah menjelaskan di daerahnya, Soe, Timor Tengah Selatan, NTT angka perkawinan usia anak masih tergolong tinggi. Usianya pun beragam mulai dari 15-19 tahun. Akibatnya, menurut perempuan asal SMAN 1 Soe ini, banyak anak akhirnya putus sekolah.

“Saya punya banyak teman dan tetangga yang menikah di usia anak. Kebanyakan gara-gara pergaulan bebas, yang menyebabkan hamil di luar nikah. Setelah itu mereka putus sekolah,” kata Sarah kepada Jurnas.com, Selasa (3/10) di Kupang lewat sambungan telepon.

Adapun rekomendasi yang diberikan oleh Sarah dkk. kepada Pemerintah NTT antara lain mendorong terbitnya Undang-Undang Kekerasan Seksual, juga mengimbau kepada lembaga pemerintah daerah supaya menyosialisasikan upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak ke seluruh lapisan masyarakat.

“Aku juga meminta pemerintah menaikkan batas minimal usia pernikahan, karena dengan UU yang sekarang jadi celah untuk melakukan perkawinan usia anak,” ujarnya.

“Kami juga minta pemerintah membuat UU yang mengatur anak-anak yang sudah menikah bisa tetap bersekolah, karena bagaimanapun kami punya hak-hak yang harus dipenuhi,” sambungnya.

KEYWORD :

Perkawinan Usia Anak Plan International Indonesia BIAAG




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :