Sabtu, 27/04/2024 08:40 WIB

Daripada Jadi TKI, 1300 Perempuan Muda di NTT Memilih Beternak

Setiap kelompok, dibekali modal sebesar 50.000 euro atau Rp742.700.000.

Proyek peternakan sapi SCILD di TTS, Nusa Tenggara Timur

Kupang – Program pengembangan perekonomian masyarakat berbasis peternakan ternyata diminati oleh perempuan-perempuan muda di Nusa Tenggara Timur (NTT). Tak kurang dari 1.300 perempuan turun tangan dalam proyek bernama pengembangan mata rantai sektor peternakan atau SCILD (Strong CSOs for Inclusive Livestock value chain Development) tersebut.

Adapun SCILD dijalankan oleh Plan International Indonesia dengan dukungan pendanaan dari Uni Eropa. Proyek bernilai 1 juta euro atau Rp14,8 miliar ini sudah berlangsung sejak Maret 2016, dengan periode waktu selama 3,5 tahun dan menyasar 40 desa yang tersebar di lima kabupaten di NTT, yakni Kupang, Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Belu, dan Malaka.

SCILD melibatkan 2.000 masyarakat yang terbagi dalam delapan kelompok. Setiap kelompok, dibekali modal sebesar 50.000 euro atau Rp742.700.000. Jumlah itu digunakan untuk mendukung 250 kaum muda yang tercakup dalam satu kelompok.

Sementara hingga bulan ini, Plan International Indonesia telah mendistribusikan 1.457 ternak yang terdiri dari 328 ekor sapi, 661 ekor babi, dan 468 ayam kampung. Hasilnya baru akan dijual pada Agustus hingga September 2017 nanti.

“Keuntungan yang diperoleh dari penjualan ternak akan langsung didapat oleh kaum muda, sebagai modal untuk pengembangan bisnis peternakan. Hasil tersebut juga dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, atau untuk tabungan mereka,” ujar Country Director Plan International Indonesia Mingming Remata Evora, Selasa (30/5) di TTS.

Mingming menambahkan proyek SCILD bertujuan membantu mengatasi tingginya angka pengangguran di NTT. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2016 pekerja berstatus formal di NTT hanya sebesar 21,6 persen. Sedangkan pekerja informal berada di angka 78,42 persen. Tingkat kelulusan yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Selain itu, angka putus sekolah yang tergolong tinggi juga menimbulkan masalah pada rendahnya keterampilan tenaga kerja lokal.

“Artinya, empat sampai lima pekerja di NTT bekerja tanpa jaminan sosial yang baik. Jika tidak diatasi, maka hal ini berpotensi menimbulkan dampak sosial yang negatif,” kata Mingming.

Hal senada juga diungkapkan oleh Duta Besar Uni Eropa Vincent Guerend. Pemberdayaan kaum muda lewat pertanian menurut Vincent dapat menolong perekonomian lokal. Sehingga, dapat menekan angka kemiskinan, serta mencegah pekerja muda lari ke luar negeri untuk menjadi TKI. Apalagi perempuan juga harus diberi kesempatan untuk bekerja, tanpa harus meninggalkan anak-anak mereka.

“Terima kasih atas kolaborasi dan kerja sama antara pemerintah Provinsi NTT, Kabupaten TTS, kelompok-kelompok masyarakat, perangkat desa, serta kaum muda yang selama ini terlibat. SCILD dapat mewujudkan dukungan untuk meningkatkan mata pencaharian kaum muda, terutama perempuan melalui sektor peternakan,” terang Vincent saat meresmikan Tesiyofanu di TTS sebagai Desa Model Peternakan hari ini (30/5).

KEYWORD :

Plan International Indonesia SCILD Uni Eropa




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :