Diperlukan Langkah Konkrit Pimpinan ASEAN Desak Elite Myanmar

Sabtu, 13/03/2021 16:45 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Diperlukan langkah konkret para pemimpin ASEAN untuk mendesak elite di Myanmar menahan diri dan membuka dialog dengan kelompok demonstran guna mencegah jatuhnya korban jiwa semakin banyak di negara tersebut.

"Krisis politik di Myanmar yang berawal dari kudeta militer terhadap pemerintahan dipimpin Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021 bisa berkembang semakin buruk, jika tidak ada upaya serius dari para pemimpin ASEAN untuk mendorong elite militer dan politik di negara tersebut melakukan dialog," kata Anggota Komisi I DPR RI Sukamta dalam keterangannya, di Jakarta, Sabtu (14/3).

Menurut dia, situasi saat ini semakin tidak terkendali, karena konflik politik juga dibayangi sentimen etnis yang masih tinggi, sementara di sisi lain ada gap politik antara kelompok anak muda, masyarakat dan elite politik yang berkuasa di Myanmar.

Kondisi itu, menurut dia, bisa menyulitkan adanya kompromi antarpihak di Myanmar, dan penggunaan kekerasan sangat mungkin akan dilakukan pihak militer, karena itu perlu langkah konkret pemimpin ASEAN untuk mencegah jatuhnya korban jiwa.

Wakil Ketua Fraksi PKS itu memberikan apresiasi positif terhadap langkah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi yang berinisiatif melakukan pertemuan dengan sejumlah menteri luar negeri negara ASEAN untuk mencari solusi terhadap krisis politik di Myanmar.

"Indonesia adalah negara demokrasi terbesar di ASEAN, saya berharap pemerintah bisa lebih proaktif dan terus melakukan upaya hadirkan solusi atas krisis di Myanmar," ujarnya.

Sukamta menjelaskan, pengalaman Indonesia dalam mengelola keragaman etnis dan juga pelaksanaan pemilu yang telah beberapa kali berjalan secara damai, menjadi modal penting untuk mendorong iklim demokrasi berkembang di ASEAN.

"Model pendekatan ala Indonesia yang mengedepankan dialog, saya kira akan lebih didengar elite berkuasa di Myanmar," katanya lagi.

Namun, dia juga meminta Pemerintah Indonesia tidak segan untuk bersikap tegas apabila krisis politik di Myanmar mengarah kepada peningkatan tindak kekerasan secara lebih luas.

Dia menilai, tekanan politik secara proporsional juga perlu dilakukan, meskipun ada prinsip "non-interfere" dalam komunitas ASEAN, bukan berarti menutup mata jika terjadi pelanggaran HAM.

Menurut dia, Indonesia perlu terus mendorong penegakan HAM dan demokrasi menjadi agenda utama ASEAN.

TERKINI
Gelora Cap PKS sebagai Pengadu Domba: Tolak Gabung Koalisi Prabowo-Gibran Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Komisi I DPR: Pemerintah Perlu Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025