Koran Saudi Terbitkan Karya Penulis Israel untuk Pertama Kalinya

Sabtu, 06/02/2021 06:59 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Surat kabar berbahasa Inggris yang paling banyak dibaca di Arab Saudi, Arab News menerbitkan tulisan penulis Israel untuk pertama kalinya.

Dilansir Middleeast, Sabtu (06/02), Arab News memuat artikel oleh Dr Hay Eytan Cohen Yanarocak dan Dr Jonathan Spyer pada Jumat (05/02).

Artikel tersebut membahas tentang pemerintahan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang "semakin otoriter" dan dugaan pembentukan jaringan milisi swasta yang terdiri dari para pejuang perang saudara Suriah. Itu rupanya hasil penelitian bersama dengan sebuah lembaga pemikir independen bernama Trends, yang berbasis di Abu Dhabi.

"Peran mereka (milisi pribadi Suriah) adalah untuk memajukan rencana besar Erdogan untuk membangun kembali pengaruh atas wilayah yang secara kasar menumbangkan bekas Kekaisaran Ottoman, dari wilayah Palestina hingga Suriah dan Kaukasus hingga sejauh Kashmir, menurut ke beberapa laporan, "tulis Yanarocak dan Spyer. 

"Proksi ini memberi Presiden Turki sejumlah besar tenaga asing yang tersedia, terorganisir, terlatih, mudah dikerahkan dan mudah dibuang sebagai alat proyeksi kekuasaan, yang dapat digunakan dengan tingkat penyangkalan yang masuk akal."

Mereka menambahkan bahwa Barat harus menekan Erdogan untuk mengakhiri praktik "jahat" tersebut. "Ini harus diakhiri. Milisi, kelompok teror, dan ekstremisme Islam adalah elemen yang harus dikalahkan oleh Timur Tengah jika ingin mencapai stabilitas dan rekonstruksi," tegas mereka.

Meskipun Arab Saudi dan Israel memiliki musuh yang sama di Iran, Riyadh sejauh ini menolak untuk menormalisasi hubungan dengan negara kolonial pemukim Israel, dengan mengatakan bahwa tujuan kenegaraan Palestina harus ditangani terlebih dahulu. 

AS telah meminta Saudi untuk mengikuti jejak tetangganya dan sekutunya, UEA dan Bahrain, yang menormalisasi hubungan tahun lalu. Mereka diikuti oleh Sudan dan, yang terbaru, Maroko.

Penawaran itu menarik kecaman luas dari Palestina, yang mengatakan bahwa yang disebut "Abraham Accords" menginjak-injak hak-hak mereka yang sah.

TERKINI
Berbeda dengan Berkeley, UCLA Tangani Protes Mahasiswa Pro-Palestina dengan Panggil Polisi Parlemen Vietnam Dukung Pengunduran Diri Ketua di Tengah Upaya anti-Suap Protes Kampus Jadi Tantangan Kampanye Terpilihnya Kembali Biden dan Partai Demokrat Korea Selatan Tingkatkan Kewaspadaan Diplomatik dengan Alasan Ancaman Korea Utara