Kristen Evangelis Ketar-ketir Biden Jadi Presiden AS

Senin, 09/11/2020 06:12 WIB

New York, Jurnas.com - Terpilihnya Joe Biden menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) menjadi momok tersendiri bagi kelompok Kristen Evangelis.

Penganut agama konservatif tersebut merupakan pendukung Trump sejak pemilu 2016. Tercatat sebanyak 80 persen kaum evangelis kulit putih memilih Trump pada 2016 silam.

Kala Trump masih menjabat sebagai Presiden AS, sejumlah kebijakannya condong ke kaum evangelis, antara lain: 200 hakim federal dari kalangan evangelis ditunjuk seumur hidup; Kedutaan besar AS di Israel dipindahkan ke Yerusalem; Muncul kebijakan anti-aborsi.

Namun sekarang, terpilihnya Joseph R. Biden menandai babak baru kekuatan Kristen Evangelis, yang mencapai puncak kejayaannya di bawah pemerintahan Trump. Mereka bertanya-tanya kapan dan bagaimana akan mendapatkan kembali kursi kekuasaan.

Di Sheldon, Iowa, di mana sekitar delapan dari sepuluh pemilih mendukung Trump, Leah Schoonhooven menulis jurnal kekhawatirannya tentang kepresidenan Biden dalam tiga halaman spasi tunggal.

Dia khawatir hasil pemilu dicurangi, dan bahwa Biden akan membalikkan prioritas Trump, dari membangun tembok perbatasan hingga mengangkat cita-cita evangelis konservatif tentang kebebasan beragama.

"Dia sama sekali tidak mendukung agama Kristen; mungkin dia akan membuktikan bahwa saya salah," kata Leah tentang Biden yang beragama Katolik dikutip dari The New York Times pada Senin (9/11).

"Itu membuat saya takut. Dia tidak akan melakukan semua yang Trump lakukan," sambung dia.

"Saya tidak berpikir dunia kita akan pernah kembali, ketika Anda memiliki negara yang terbagi ini," ujar dia.

Donna Rigney, seorang pendeta yang telah mendukung Trump sejak 2016, mengaku bahwa dia mendapatkan pesan langsung dari Allah yang mendukung pencalonan Trump.

Setelah pemilihan ini, dia mengirim email kepada orang-orang di lingkaran doanya, mendesak mereka supaya tidak menyerah. "Kita harus menyeret Donald Trump ke garis finis dengan doa iman, ibadah, puasa dan tetap di tempat mencintai dan memaafkan musuh kita," tulisnya.

Tetapi Rigney mengatakan pada Jumat pekan lalu bahwa jika ini ternyata menjadi akhir dari era Trump, dia bersyukur atas apa yang telah Trump lakukan untuk negara, dan kini tidak lagi mendapatkan serangan dari para lawan politik.

"Dia akan lebih baik tidak menjadi presiden dan tidak diserang setiap hari. Tapi saya benar-benar merasa ini akan berdampak buruk bagi bangsa," terang dia.

Bagaimanapun, memilih Donald Trump tidak akan terbayangkan oleh kaum evangelis 40 tahun lalu, ketika mereka muncul sebagai faksi yang kuat di balik kemenangan Ronald Reagan, menurut R. Albert Mohler, Jr., presiden Southern Baptist Theological Seminary di Louisville, Ky.

Mohler tidak memilih Trump pada 2016. Tapi tahun ini, dia berbicara secara terbuka tentang rencananya untuk memilih presiden meskipun dia terus ragu, menyebut alternatif untuk kemenangan Trump "semakin tidak terpikirkan."

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2