Selasa, 25/08/2020 07:50 WIB
Beijing, Jurnas.com - China dengan keras menolak langkah Washington, yang bukan lagi anggota pakta nuklir 2015 untuk memicu mekanisme snapback dan mengembalikan sanksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terhadap Iran.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian memastikan bahwa unilateralisme pemerintah Amerika Serikat (AS) tidak disukai dan tindakan hegemoniknya pasti akan gagal.
Pernyataan itu disampaikan pada konferensi pers reguler di Beijing, Senin (24/8), saat mengomentari permintaan baru-baru ini AS kepada Dewan Keamanan PBB untuk mengembalikkan semua sanksi PBB terkait nuklir terhadap Republik Islam.
"Penarikan sepihak AS dari Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) berarti telah melepaskan haknya sebagai peserta JCPOA. Karena itu, tidak memenuhi syarat meminta peluncuran mekanisme snapback untuk mengembalikan sanksi terhadap Iran," kata Zhao kepada awak media.
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Dwayne Johnson Rahasiakan Pilihannya untuk Pilpres 2024 AS Mendatang
Permohonann Palestina Menjadi Anggota Penuh PBB Dibahas DK Bersama Komite
"Fakta bahwa 13 negara anggota Dewan Keamanan PBB mengirim surat bersama untuk menentang langkah AS mencerminkan posisi sebagian besar anggota Dewan Keamanan PBB dan konsensus luas komunitas internasional. Ini sekali lagi menunjukkan, unilateralisme tidak disukai, dan penindasan tidak akan berhasil," sambungnya.
Ia juga menekankan bahwa penyelesaian masalah nuklir Iran bergantung pada dialog daripada sanksi.
"Kami berharap pihak AS dapat mendengarkan suara sebagian besar anggota komunitas internasional dan kembali ke jalur yang benar dalam melaksanakan JCPOA dan resolusi Dewan Keamanan," ujarnya.
AS berusaha untuk menggunakan mekanisme snapback dalam perjanjian nuklir multilateral meskipun penarikannya dari JCPOA pada Mei 2018, yang melanggar Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231 yang mendukung kesepakatan tersebut.
Sekutunya, Inggris, Prancis, dan Jerman, semua penandatangan JCPOA, mengatakan AS tidak memiliki hak hukum untuk memicu sanksi snapback karena penarikan tahun 2018. (Press TV)