Kamis, 30/04/2020 10:02 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menegaskan bahwa Kementerian Pertanian (Kementan) terus memperbaiki alur distribusi bahan pangan di tengah pandemi virus corona (COVID-19).
Kerja bersama antar kementerian saat ini, menurut Syahrul sedang berjalan menyalurkan pangan dari daerah surplus, ke daerah yang minim produksinya.
"Yang terpenting adalah distribusi kita berjalan dengan lancar. Identifikasi wilayahnya kita punya pemetaannya. Ini perintah Bapak Presiden supaya kita semua kementerian bekerja sama menutup defisit," Syahrul di Kantor Pusat Kementerian Pertanian, Jakarta (30/4).
Artinya, tidak ada karantian sosial (lockdown) tidak ada isolasi, tidak melakukan penguncian dan tidak membuat rintangan terhadap distribusi pangan," sambungnya.
Saksi Ungkap Acara Ulang Tahun Cucu SYL Dirembes ke Kementan
Hakim Heran BAP Saksi Kasus SYL Bocor ke Pejabat Kementan
KPK Buka Suara Soal BAP Saksi Korupsi SYL Bocor
Perbaikan distribusi dilakukan antara Kementerian Pertanian, Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Kementerian Perdagangan, sebagai upaya memastikan 11 kebutuhan bahan pokok nasional dalam kondisi aman dan terkendali.
"Semuanya tidak ada yang kurang karena pemerintah sudah menghitung neraca stok pangan yang ada. Adanya PSBB dan lockdown beberapa negara memang berpengaruh, namun kami menjamin stoknya aman," tegasnya.
Selain itu, kata Syahrul, masyarakat juga diharapkan bersikap tenang dengan tidak melakukan panic buying yang bisa menimbulkan gejolak pangan. Begitu juga dengan para pedagang agar tidak memanfaatkan situasi ini menjadi kisruh dan keruh.
"Insyallah kalau masyarakat tidak panik dan tidak ada pedagang yang memainkan situasi ini, maka kebutuhan kita benar-benar aman," katanya.
Meski demikian, Syahrul membenarkan apa yang disampaikan Presiden RI, Joko Widodo terkait adanya sejumlah provinsi yang mengalami defisit stok.
Kementan mencatat hingga April ini ada beberapa Provinsi yang mengalami defisit produksi. Satu diantaranya, yakni Kalimantan Tengah mengalami minus diatas 10 persen.
Kemudian ada dua provinsi yang defisitnya sampai 25%. Masing-masing adalah Provinsi Bali dan Kalimantan Barat. Sedangkan sisanya, yakni Sumatera Utara dan Riau mengalami defisit dibawah 25 persen.
"Namun setelah kita intervensi, artinya komoditas komoditas dari daerah yang surplus itu kita alihkan, lalu masuk ke daerah yang defisit, maka hasilnya ada sekitar 28 provinsi yang saat ini dalam kendali. Walaupun 2 di antaranya, yaitu Kalimantan Utara dan Maluku perlu mendapat perhatian lebih," tutupnya.