Khamenei: Palestina Harus Mengusir Israel dan AS dengan Jihad

Kamis, 06/02/2020 06:59 WIB

Jakarta, Jurnas.com - Pemimpin Revolusi Islam Iran, Ayatollah Ali Khamenei sepenuhnya menolak rencana perdamaian Timur Tengah oleh Presiden Donald Trump yang menyerukan sebuah negara Palestina, tetapi memungkinkan Israel untuk tetap berada di tanah yang disengketakan dan mendorong lawan lain untuk melakukan juga.

Khamenei membuat pernyataan kepada sekelompok orang Iran di Teheran, mengatakan rencana kontroversial Trump tidak memiliki kesempatan untuk menarik dukungan Palestina dan akan mati bahkan sebelum pemimpin Amerika berusia 73 tahun itu akan melakukannya.

"Orang-orang Amerika merasa nyaman dengan keyakinan bahwa memilih nama besar untuk rencana melawan bangsa Palestina akan membantunya untuk berhasil," kata Khamenei,

Ia menyerukan Palestina bersenjata untuk menentang Israel dan menjanjikan dukungan Iran untuk para pejuang dengan cara apa pun dan sejauh apa pun yang bisa dilakukan.

Kemudian, Khamenei mengatakan Palestina di seluruh dunia harus mengambil kembali tanah mereka, melalui jihad jika perlu.

"Mereka akan mencoba untuk melanjutkan rencana mereka dengan suap, senjata, dan bujukan," katanya tentang Amerika Serikat.

"Apa obatnya? Ini adalah perlawanan berani oleh bangsa dan kelompok Palestina untuk mengusir musuh Zionis dan AS melalui jihad. Semua negara Muslim dan dunia Islam harus mendukung mereka juga."

Jihad adalah kata Arab yang berarti "berjuang" atau "berusaha," dan digunakan untuk mendorong setiap upaya untuk mempengaruhi perubahan Islam yang diinginkan. Istilah ini paling sering digunakan oleh para ekstremis Islam sebagai panggilan untuk berubah melalui agresi bersenjata.

Rencana perdamaian Trump pekan lalu menyerukan solusi dua negara dan ibukota Palestina di Yerusalem Timur, tetapi itu memungkinkan Israel untuk mencaplok tanah dan pemukiman yang disengketakan yang oleh Palestina dan PBB dianggap sebagai wilayah pendudukan.

Palestina telah lama menuntut agar setiap perbatasan di masa depan dengan Israel harus dirinci pada peta pra-1967, sebelum Israel mengambil wilayah tertentu dengan paksa dan Yerusalem sebagai ibukotanya.

Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji proposal itu sebagai jalan paling "realistis" menuju negara Palestina, tetapi gagasan itu dengan cepat ditolak oleh otoritas Palestina.

TERKINI
Masih Seksi di Usia 61 Tahun, Demi Moore Dipuji Putrinya Rumer Wilis Perselisihan Hukum antara Jamie Spears dan Britney Spears Terus Berlanjut Presiden Joe Biden Beri Penghargaan Bergengsi untuk Michelle Yeoh Jewel Tampilkan Karya Seni dalam Balutan Gaun Perak Iris van Herpen