Kamis, 19/12/2019 05:52 WIB
Kongo, Jurnas.com - Organisasi non-pemerintah, International Rights Advocates mengajukan gugatan terhadap beberapa perusahaan teknologi terbesar Amerika Serikat (AS) mengambil untung dari pekerja anak di tambang kobalt Afrika.
Apple, Dell, Microsoft, Tesla dan Alphabet, perusahaan induk Google, harus membayar ganti rugi karena secara sadar mendapat untung dari anak-anak Afrika yang bekerja di bawah kondisi brutal.
Cobalt adalah elemen penting yang digunakan dalam baterai lithium yang dapat diisi ulang dan mengisi banyak perangkat elektronik.
Sebuah pernyataan Google mengatakan, "Pekerja anak dan bahaya tidak dapat diterima dan Pedoman Perilaku Pemasok kami secara ketat melarang kegiatan ini."
AS Sebut Tidak akan Terlibat Perang dalam Konflik Bersenjata Iran-Israel
Dwayne Johnson Rahasiakan Pilihannya untuk Pilpres 2024 AS Mendatang
Film Badarawuhi Di Desa Penari Tayang di USA, Ini Harapan Produser Manoj Punjabi
Menurut gugatan itu, perusahaan-perusahaan itu membantu dan bersekongkol untuk menggunakan anak-anak muda yang kejam dan brutal di tambang kobalt di Republik Demokratik Kongo.
DRC adalah negara Afrika terbesar kedua berdasarkan wilayah dan dilaporkan salah satu yang paling kaya mineral di seluruh dunia. DRC menghasilkan banyak mineral dunia, seperti 75 persen kobalt dunia dan 70 persen berlian.
Perusahaan Glencore yang berbasis di Inggris dan perusahaan China Zhejiang Huayou Cobalt juga menjadi target dalam gugatan tersebut.
Karena kemiskinan ekstrem, ratusan anak-anak Kongo harus bekerja meski tambang kobalt telah membawa gelombang baru eksploitasi brutal.
Apple mengatakan perusahaan itu sangat berkomitmen pada pengadaan bahan yang bertanggung jawab untuk produknya.
Dell juga merilis sebuah pernyataan, mengklaim bahwa pihaknya tidak pernah secara menggunakan segala bentuk kerja paksa, praktik perekrutan curang atau pekerja anak.