Rabu, 28/08/2019 20:32 WIB
Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Pertanian (Kementan) sudah mengeluarkan peraturan terkait peredaran pestisida yang terdaftar dan mendapatkan izin edar, guna mendukung pertanian yang berkelanjutan.
Hal itu dilontarkan dalam Seminar Nasional Anti Pemalsuan Produk, "Sinergi Lintas Sektoral dalam Pengawasan Produk palsu dan Ilegal", Selasa (27/8).
Direktur Pupuk dan Pestisida, Kementan, Muhrizal Sarwani, mengatakan, pada Mei 2019 terdapat 4.646 formulasi pestisida yang terdaftar di Kementan dan ada 1.700 formulasi yang ditarik karena sudah dicabut izinnya karena ilegal dan habis masa berlakunya.
Ia menambahkan, Kementan dan Polri sudah membentuk satuan tugas (Satgas) pangan yang mempunyai prioritas pengawasan terhadap sembako, saprodi dan juga pestisida.
Wujudkan Swasembada, Kementan Gelar ToT Antisipasi Darurat Pangan Nasional
Sinergi Kementan-Kodim 1910 Malinau Tingkatkan Produksi dengan Perluas Areal Tanam Baru
Saksi Ungkap Acara Ulang Tahun Cucu SYL Dirembes ke Kementan
Februari lalu, Dinas pertanian Kabupaten Brebes berkolaborasi dengan Polri dan Kejaksaan setempat berhasil membongkar sindikat peredaran pestisida palsu dan menyeret para pelaku ke depan pengadilan dan akhirnya dijatuhi hukuman 10 bulan penjara.
"Peristiwa ini menjadi sebuah prestasi karena baru pertama kali kasus pestisida palsu berhasil mendapat perhatian dan disidangkan," ujarnya.
Anggota komite CropLife Indonesia dari Pt. Corteva Indonesia, Mayang Sari Marchainy, menyebutkan, secara global disebutkan setidaknya USD6,5 miliar keuntungan yang diraup pelaku pemalsuan pestisida di seluruh dunia.
Selain merugikan petani karena berdampak langsung pada hasil produksi, hal ini juga merugikan lingkungan, apalagi jika produk tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya yang seharusnya dilarang edar.
"Dampak negatif terutama untuk manusia, makanan dapat terpapar bahan kimia yang illegal yang tidak melalui assessment dan uji yang tidak di ketahui bahan aktifnya. Kerusakanya bisa menyerang petani dan lingkungan, musuh alami banyak terancam dan tidak dapat dimonitor," ujar Mayang.
Chairman CropLife Indonesia, Ambar Waluyo, menyampaikan, sinergi lintas sektoral menjadi salah satu upaya yang perlu dilakukan untuk menjalin koordinasi dan kolaborasi yang disepakati semua stakeholders agar saling terhubung.
"Hal ini penting dalam upaya penanganan kasus pemalsuan dan produk pestisida Ilegal ini," ujar Waluyo.
Sekedar diketahui, CropLife Indonesia merupakan bagian dari federasi global yang beranggotakan asosiasi regional dan nasional dari 91 negara.
CropLife Internasional berkedudukan di Brussel, Belgia, dimana untuk CropLife Asia, yang mewadahi CropLife Indonesia, berkedudukan di Singapura.
CropLife Indonesia merupakan asosiasi nirlaba yang mewakili kepentingan petani dan industri benih dan pestisida, yang beranggotakan: BASF, Bayer, Corteva, FMC, Nufarm dan Syngenta.