Sabtu, 03/11/2018 16:04 WIB
Jakarta – Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengklaim lebih dari 50 persen perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, tidak memahami empat pilar kebangsaan.
Pernyataan itu disampaikan usai menghadiri Rembuk Nasional Alumni Universitas Brawijaya (UB) 2018, di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada Sabtu (3/11).
“Saya datang ke kampus-kampus, hampir semua tidak tahu. Mungkin (jumlahnya) di atas 50 persen,” kata Menteri Nasir kepada awak media.
Nasir menuturkan, saat ini pemerintah sedang berupaya membasmi paham radikal dan praktik intoleransi yang berkembang di lingkungan kampus.
Jaksa Selidiki Peretasan Telepon Anggota Parlemen Oposisi Polandia saat Partainya Masih Berkuasa
Sebut Demonstrasi Ciri Demokrasi, Menlu AS Kecam Sikap Diam Mahasiswa terhadap Hamas
Netanyahu Sebut Apapun Keputusan ICC Tidak akan Pengaruhi Tindakan Israel di Gaza
Karena itu, menurutnya empat pilar kebangsaan, yakni NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, harus dipahami secara utuh oleh mahasiswa.
“Kampus-kampus itu, empat pilar kebangsaan banyak yang tidak tahu. Kenapa? Memang tidak diajarkan. Atau diajarkan hanya sekilas. Maka perlu dimasukkan (empat pilar) supaya mereka paham nasionalime,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Nasir telah menerbitkan Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Bangsa. Dengan adanya regulasi baru ini, organisasi ekstra kampus antara lain HMI, PMII, GMNI, dan GMKI bisa kembali beraktivitas di dalam kampus.
Menurut Nasir, hal ini merupakan upaya untuk mencegah paham khilafah dan anti-Pancasila yang masuk melalui organisasi intra kampus.
Kendati demikian, Permenristekdikti 55/2018 juga menuai kritik. Seperti disampaikan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta (Aptisi) Pusat, peraturan terbaru itu rentan menimbulkan gesekan antara organisasi ekstra dengan pimpinan perguruan tinggi maupun organisasi intra.
“Makanya rektor bertanggung jawab di situ. Dulu kan mereka tidak difasilitasi,” kata Nasir singkat.