Cegah ke Luar Negeri, Hadi Setiawan jadi DPO KPK

Jum'at, 31/08/2018 12:17 WIB

Jakarta - Tersangka kasus suap hakim ad hoc Pengadilan Negeri (PN) Medan, Hadi Setiawan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, KPK telah melayangkan surat pencegahan ke luar negeri.

Hadi merupakan orang kepercayaan kepercayaan konglomerat Tamin Sukardi yang juga menjadi tersangka kasus pengurusan perkara vonis korupsi lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PTPN2 tersebut.

Hingga kini yang belum tertangkap dan belum ditahan ialah Hadi Setiawan. Sementara, tiga tersangka lainnya konglomerat Tamin Sukardi (74), hakim Merry Purba dan panitera pengganti PN Medan Helpandi telah ditahan KPK sejak Rabu (29/8).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) berlangsung, memang‎ Hadi Setiawan tidak berada di Medan, Sumatera Utara.

"Kami mengidentifikasi selain orang-orang yang diamankan 8 orang itu ada seorang HS yang diduga memiliki peran sebagai orang kepercayaannya TS (Tamin Sukardi) untuk melakukan beberapa hal terkait dengan perkara ini," kata Febri.

Febri menambahkan, sampai saat ini Hadi Setiawan masih dalam pencarian tim penyidik KPK. Pihaknya meminta Hadi Setiawan agar koperatif menyerahkan diri ke KPK.

"Apa saja yang dilakukan dan peran HS belum bisa kami buka apalagi sekarang kan HS dalam posisi sedang dalam pencarian KPK. Kami sudah melakukan juga pencegahan ke luar negeri terhadap yang bersangkutan‎," tegas Febri.

Dalam perkara ini, Merry dan Helpandi diduga sebagai penerima suap dari pemberi Tamin dan Hadi Setiawan. Uang suap total 280 ribu SGD diberikan Tamin, terdakwa di kasus korupsi HGU PTPN2 untuk mempengaruhi putusan majelis hakim.

‎Di perkara Tamin, Merry merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara Tamin. Sedangkan Ketuanya adalah Wahyu Prasetyo,‎ Wakil Ketua PN Medan.

Dalam putusan yang dibacakan Senin (27/8) Merry menyatakan dissenting opinion. Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp 132 miliar.

TERKINI
2024, Pemerintah Bidik Penjualan Mobil Listrik 5.000 Unit Klopp Dirumorkan Bakal Kembali ke Borussia Dortmund Tahun Depan Muhadjir: Penanganan Bencana di Tiga Provinsi Berjalan Baik Jesus Putuskan Bertahan di Arsenal Musim Depan