Arab Saudi Dihantui Krisis Ekonomi

Selasa, 20/03/2018 11:16 WIB

Riyadh - Berbagai upaya dilakukan oleh Putra Mahkota Arab Saudi, Mohamed Bin Salman (MBS) dalam rangka menyelamatkan visi 2030 yang dicetuskan awal tahun ini. Ini pula yang menjadi alasan MBS terbang ke Amerika beberapa hari lalu menurut Financial Times.

MBS, dikutip dari Memo, sedang mengarahkan Saudi menuju kebijakan baru di bidang ekonomi. Penggunaan Shale Gas di Amerika Serikat (AS) dinilai sebagai ancaman bagi produsen minyak di seluruh dunia.

Shale Gas juga memaksa Riyadh untuk tidak lagi menggantungkan pundi-pundi ekonominya dari produksi minyak bumi. Sebab belajar dari pengalaman pada 2014 silam, harga minyak merosot drastis, dan negara penghasil minyak terpaksa mengurangi produksinya.

Harga minyak konvensional memang sudah kembali pulih ke angka $60 per barel. Namun dinilai masih rentan di tengah ancaman Shale Gas AS. Hal inilah yang menghadirkan dilema bagi Saudi.

Financial Times juga menyoroti soal penjualan saham Saudi Aramco. Harga $2 triliun dinilai sebagai angka yang terlalu percaya diri di saat harga minyak sedang dalam kondisi serba tidak pasti. Sementara bila harga minyak terlampau tinggi, konsumen berpeluang hijrah ke Shale Gas.

Saat ini pasar utama Saudi ialah China dan AS. Akan tetapi selama tiga tahun ke depan, AS kemungkinan besar akan mengurangi permintaannya.

"OPEC memperkirakan permintaan bakal turun pada 2019 hingga 2020 mendatang," tulis Memo.

TERKINI
Protes Mahasiswa anti-Perang di AS dan Penggerebekan Polisi Kacaukan Rencana Kelulusan DPR Minta Jepang Ajarkan Smart Farming ke Petani Muda Indonesia MU Belum Rela Berpisah dengan Greenwood Gerindra Tegaskan Tak Punya Masalah dengan PKS