Dothy dan Kisah Sukses Persamaan Gender di Terminal Teluk Lamong

Rabu, 25/09/2019 06:01 WIB

Mendengar kata "terminal", kebanyakan dari kita langsung mengasosiasikan dengan tempat yang sangat laki-laki. Apalagi terminal yang ada di pelabuhan, sebuah tempat dimana para pekerjanya identik dengan kaum pria yang penuh otot dan kasar.

Tapi itu dulu, sekitar 20 tahun lalu. Kini kesan terminal sebagai tempat kerja kaum laki-laki sudah mengalami perubahan. Apalagi bila datang ke Terminal Teluk Lamong (TTL), salah satu anak perusahaan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) yang berlokasi di Osowilangun, Surabaya, Jawa Timur.

Di terminal ini, kesan maskulin justeru mulai memudar. Perubahan tersebut tidak terlepas dari sosok Dothy Petit, perempuan tangguh yang diamanahi sebagai Direktur Utama Terminal Teluk Lamong.

“Dulu di Terminal Teluk Lamong banyak orang berotot (laki-laki). Sekarang dengan teknologi bisa dilakukan oleh perempuan. Di Terminal Teluk Lamong, satu perempuan bisa menangani lima pekerjaan sekaligus,” kata Dothy, di sela Simposium “Empowering Women in the Maritime Community” dalam rangka HUT ke-4 Women In Maritime Indonesia (WIMA-INA) di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, 18-21 September 2019.

WIMA-INA adalah organisasi perempuan maritim dunia di Indonesia yang berada di bawah naungan organisasi maritim internasional atau International Maritime Organization (IMO) yang bermarkas besar di London, Inggris.

Digitalisasi Terminal Teluk Lamong yang sudah dirancang sejak terminal tersebut dibangun pada 2010, menjadi tantangan dan juga sekaligus peluang bagi Dothy. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, maka tidak semua pekerjaan harus dilakukan oleh laki-laki, banyak juga pekerjaan di terminal yang dapat ditangani oleh perempuan.

“Saya memberikan kesempatan tidak hanya kepada laki-laki, tetapi kepada perempuan juga. Terpenting mereka memenuhi kriteria yang ditentukan dan lulus assessment atau tes yang ketat,” kata perempuan kelahiran Surabaya, 48 tahun silam tersebut.

Ternyata, setelah diberi kesempatan dan tantangan yang sama dengan laki-laki, banyak perempuan yang mampu dan berhasil lulus tes. Artinya, pada dasarnya banyak potensi perempuan di Terminal Teluk Lamong yang selama ini belum keluar. “Makanya saya menantang para perempuan itu untuk tidak malu-malu dan merasa ewuh pakewuh bekerja di tengah mayoritas laki-laki,” tuturnya.

Bagi Dothy sendiri, bergaul dan bekerja dengan laki-laki adalah hal yang sudah biasa. Baik di lingkungan keluarga maupun saat kuliah di kampus ITB, mayoritas laki-laki. Bahkan sebelum di Terminal Teluk Lamong, Dothy juga pernah bekerja di Terminal Petikemas Surabaya (TPS), yang tentunya banyak berinteraksi juga dengan laki-laki juga.

“Jadi saya sudah terbiasa. Tidak menganggap bahwa bekerja bersama laki-laki itu menakutkan, atau membuat cemas,” kata Dothy.

Meski demikian, kata Dothy, ada beberapa hal yang tetap harus dikerjakan oleh laki-laki dan tidak pas dikerjakan oleh perempuan. Misalnya pekerjaan sebagai operator crane manual yang harus naik sampai ketinggian 35-40 meter di atas tanah. Pekerjaan jenis ini tidak pas dilakukan oleh perempuan, mengingat perbedaan fisik dan metabolisme tubuh yang dapat memengaruhi konsentrasi, misalnya ketika sedang haid, hamil atau sedang menyusui.

Konsekuensi banyak mempekerjaan perempuan, Dothy pun melengkapi Terminal Teluk Lamong dengan berbagai fasilitas keperempuanan. Diantaranya adalah fasilitas tempat berwudlu khusus untuk ibu-ibu hamil hingga ruang laktasi bagi yang masih menyusui.

“Pokoknya semua fasilitas untuk perempuan dipenuhi. Mereka tinggal kerja dengan nyaman,” kata Dothy yang juga menjadi salah seorang pengurus WIMA-INA ini.

Ia berpesan, para perempuan harus bersikap setara ketika harus bekerja dan bekerjasama dengan laki-laki. Tidak perlu minder, juga tidak perlu bersikap jumawa. Percaya diri dan bekerjalah sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk itu, perempuan juga harus terus berupaya meningkatkan kapasitasnya, baik  perempuan, baik soft skill maupun hard skill.

Sikap seperti itulah yang dilakukan selama Dothy meniti karir yang ditempuhnya sejak dari tangga paling bawah hingga mencapai puncak di Terminal Teluk Lamong. Dothy yang berasal dari keluarga TNI Angkatan Laut pernah bekerja sebagai staf di Kementerian Perhubungan pada tahun 1995 hingga 1998. Pintu masuknya bekerja di dunia pelabuhan terbuka ketika Kemenhub menawarkan kesempatan untuk melanjutkan studi S2 Port Management di World Maritime University (WMU).

Begitu lulus dari WMU pada 2001, Dothy melanjutkan karir di PT Pelabuhan Indonesia III hingga kemudian pada 2017 dipercaya untuk mengelola terminal pelabuhan berkelas internasional yang operasionalnya menggunakan teknologi canggih tersebut.

TERKINI
Gelora Cap PKS sebagai Pengadu Domba: Tolak Gabung Koalisi Prabowo-Gibran Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Komisi I DPR: Pemerintah Perlu Dialog Multilateral Redam Konflik di Timur Tengah Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025