Nasib Pelatih di Tengah Pusaran Konflik

Rabu, 04/10/2017 15:40 WIB

Muhammad Ridwan*

Konflik memanas antara beberapa pemain pilar Bayern Munchen dengan Carlo Ancelotti menjadi pemicu utama sang pelatih dipecat. Pelatih yang bertangan dingin dan kalem ini tidak bisa merekatkan keretakan hubungan antara dirinya dengan Arjen Robben, Franck Ribery, Kingsley Coman, Jeremo Boateng dan Mats Hummels.

Bayern Munchen memang punya ekspektasi tinggi terhadap Don Carlo. Kehadirannya ke markas Allianz Arena pada musim 2016-2107 melambungkan harapan bisa membawa Die Roten berbicara banyak di level Eropa.

Munchen tidak ingin pelatih asal Italia ini hanya menjuarai liga domestik. Sudah terlalu sering bagi Munchen menjuarai Bundesliga. Siapapun pelatihnya hampir bisa dipastikan Munchen akan mengakhiri musim Liga Jerman dengan menduduki peringkat teratas.

Bagi Munchen, bukan sebuah prestasi yang istimewa mendatangkan pelatih hebat sekelas Ancelotti jika capaiannya hanya merengkuh tropi domestik. Ancelotti diboyong ke Allianz Arena dengan misi melepas dahaga gelar di pentas Liga Champion.

Di musim perdananya, Don Carlo gagal membawa Robben dan rekan-rekan menggondol tropi Liga Champion. Memasuki musim kedua, tekanan kepada dirinya tentu saja makin kuat.

Kekalahan telak 3-0 tanpa balas dari PSG membuat Ancelotti tidak bisa banyak membela diri. Apalagi pemain-pemain yang diturunkan dalam starting line up jauh dari skuad yang ideal. Dalam laga kedua fase grup Liga Champion yang digelar di Parc des Princes, Kamis (28/9/2017), Ancelotti membangkucadangkan Hummels, Ribery dan Robben.

Bertandang ke markas lawan dan mendapat musuh berat sekelas PSG, Ancelotti terlalu ceroboh menurunkan Niklas Sule di posisi center back. Padahal pesebakbola muda Jerman ini sangat minim pengalaman di Liga Champion. Sule yang diduetkan dengan Javi Martines tidak bisa membendung serangan balik yang dilancarkan Neymar, Cavani dan Kylian Mbappe.

Duet Sule dan Martines gagal memberikan rasa aman dan nyaman kepada penjaga gawang, Sven Ulreich, yang terpaksa diturunkan menyusul cederanya kiper utama Munchen, Manuel Neuer. Ulreich sebagai kiper pelapis kedua tentu sangat membutuhkan sokongan lini pertahanan yang kuat dan kokoh mengingat dirinya tidak memiliki jam terbang tinggi menghadapi tim-tim besar.

Sudah bukan rahasia lagi, perseteruan tajam dengan pemain memang menjadi salah satu faktor yang memicu seorang juru taktik terdepak dari kursi kepelatihannya. Di tengah situasi kisruh dengan pemain, petinggi klub kadang lebih memilih memberikan hukuman kepada pelatih. Hukumannya tidak tanggung-tanggung berupa pemecatan, sementara pemain tetap dibiarkan bertahan membela klub. 

Rafael Benitez dan Andre Villas-Boas adalah pelatih yang harus mengakhiri karir manajerialnya di sebuah klub akibat tidak bisa meredam perseteruan dengan pemain.

Pemegang ban kapten Chelsea, John Terry, disebut-sebut sebagai aktor yang melayangkan mosi tidak percaya kepada Benitez. Terry mempertanyakan keputusan Benitez yang tidak memainkannya secara reguler. Selama tujuh bulan masa kepelatihannya di Chelsea, pria berpaspor Spanyol ini lebih mempercayakan kepada David Luiz dan Garry Cahill menduduki posisi jantung perhananan.

Terry lebih banyak menjadi penghangat bangku cadangan. Di bawah besutan mantan pelatih Liverpool ini, Terry memiliki catatan rekor penampilan paling sedikit dibanding musim-musim sebelumnya. Pemain veteran tersebut hanya diturunkan sebanyak delapan kali.

Gerakan Terry menggerogoti kepemimpinan Benitez ini kemudian mendapat dukungan dari Petr Chech dan Cahill. Posisi Benitez semakin berada di ujung tanduk menyusul sikap para pemain Chelsea yang tidak lagi menaruh respek tinggi kepadanya. Oleh petinggi klub, Benitez diminta angkat kaki dan diganti oleh Mourinho.

Di musim sebelumnya (2011-2012), Andre Villas-Boas mengalami nasib serupa. Pelatih muda asal Portugal ini hanya bertahan di Stamford Bridge lebih lama dua bulan dibanding Benitez. Andre Villas-Boas tidak mendapat dukungan penuh dari para pemain senior Chelsea.

Konflik bermula antara Andre Villas-Boas dengan Frank Lampard. Andre Villas Boas memiliki kebijakan mencadangkan para pemain bintang yang sudah gaek. Akibat kebijakan ini, Lampard yang saat itu sudah berumur 33 tahun dan pemain senior lain seperti Ashley Cole dan Michael Essein tidak mendapat tempat utama ketika Andre Villas-Boas menyusun staring line up.

Situasi klub yang tidak kondusif akibat konflik yang tidak kunjung reda, membuat Roman Abramovic mengambil keputusan mengakhiri kontrak Andre Villas Boas. Masa bakti kepelatihannya diputus pada Maret 2012 usai dia menjalani 40 pertandingan di semua ajang bersama The Blues.

Lalu bagaimana nasib Mourinho saat menukangi Real Madrid? Bukankah di musim ketiganya dia juga diterpa api konflik dengan pemain yang tidak kunjung padam? Dia dipaksa mengusung koper dan alasan utama pemecetannya bukan karena faktor retaknya hubungan dengan anak buah. Kontraknya tidak diperpanjang akibat ketidakberhasilan Mourinho mengdongkrak tim ke level permainan tertinggi.

Di musim 2012-2013, El Real hanya mampu meraih tropi Piala Super Spanyol. Mourinho juga dinilai memiliki catatan buruk terkait kegagalannya mempetahankan gelar La Liga. Madrid memang memuncaki klasemen di penghujung musim 2011-2012 dengan produktivitas gol yang fantastis. Los Galacticos mengemas 121 gol sekaligus memecahkan rekor 100 poin.

Tapi di musim berikutnya, gelar La Liga direbut oleh Messi dan rekan-rekan. Dalam kegagalan mempertahankan gelar itu, jumlah poin yang dikoleksi Madrid terpaut jauh dari rival abadinya, Barcelona. Madrid mengemas 85 poin, sementara Barcelona mengoleksi 100 poin. Jajaran petinggi klub juga hilang kesabarannya pada sosok pelatih kontroversial ini lantaran tidak mendulang prestasi mengkilap di ajang Liga Champion.

Tapi harus diingat, kegagalan besar Mourinho ini sebetulnya sedikit banyak dipengaruhi oleh ketidakharmonisan dengan anak asuhnya. Konflik panas dan paling memancing emosi adalah perseteruan sengit antara sang pelatih dengan sang kapten, Iker Casillas. Tidak mudah memang menyingkirkan kiper utama yang sudah terlanjur menjadi ikon Madrid tersebut. Tapi bukan Mourinho namanya kalau tidak melakukan tindakan kontroversial.

Keputusan Mourinho menepikan pesebakbola yang sudah berkontribusi besar membawa nama harum Los Blancos ini tentu saja mendapat penolakan. Penolakan bukan hanya datang dari kalangan pemain sendiri, tapi pendukung setia Madrid juga melayangkan protes keras. Sergio Ramos dan Pepe berada satu kubu dengan Casillas.

Di satu kubu, Mourinho sengaja mengistirahatkan Casillas dengan alasan performanya yang terus merosot. Sebagai gantinya, dia menunjuk Diego Lopez berada di bawah mistar gawang. Ternyata alasan itu bukan hanya isapan jempol belaka. Situs bola www.goal.com menerbitkan ulasan bahwa persentase penyelamatan Lopez lebih unggul 13,3 persen ketimbang Casillas. Kiper yang baru direkrut pada Januari 2013 ini juga membubuhkan 1,81 tangkapan per laga, sedangkan Casillas hanya 0,94. 

Di kubu lain, Casillas mengkritik sepakbola gaya Mourinho yang cenderung bermain kotor. Mantan juru taktik Intermilan itu memang tidak segan-segan mengintruksikan anah buahnya untuk memprovokasi lawan dengan permainan kasar. Merujuk pada laga-laga krusial seperti El Classico, tidak jarang pemain Barcelona mendapat tekel-kekel keras. Dalam hal memprovokasi kubu musuh, Mourinho bahkan harus turun tangan sendiri dengan mencolok mata Tito Vilanova.

Sebetulnya penyingkiran Casillas bukan semata-mata untuk keperluan aspek teknis permainan semata. Tapi lebih dari itu, Mourinho ingin mengeliminir sosok kharismatis Casillas yang begitu disegani dan terlalu mendominasi di tubuh tim. Di mata Mourinho, pemain yang sudah bergabung dengan Los Blancos sejak usia 9 tahun ini bisa membahayakan otoritas kepelatihannya dan mendongkel wibawanya jika di ruang ganti dia selalu menebar suasana kisruh ke sejumlah pemain.

Sebaliknya Casillas memberikan respon tidak kalah garang. Dia bersama Ramos menemui presiden klub, Florentini Perez. Mereka secara tegas memberikan ultimatum; memilih mereka berdua atau Mourinho. Ultimatum itu adalah desakan keras agar Perez mengkudeta Mourinho. Hubungan kedua belah terus makin meruncing dan pihak klub menemukan jalan buntu untuk mengakhiri pertikaian. Konflik sengit inilah yang membuat Mourinho tidak mulus menerapkan rencana taktik dan strateginya di atas lapangan.

*Penggila Bola dan Alumni UIN Yogya

TERKINI
Taylor Swift Sedih Tinggalkan Pacar dan Teman-temannya untuk Eras Tour di Eropa Album Beyonce Cowboy Carter Disebut Layak Jadi Album Terbaik Grammy 2025 Ryan Gosling Bikin Aksi Kejutan ala Stuntman The Fall Guy di Universal Studios Dwayne Johnson Senang Jadi Maui Lagi di Moana 2